Oleh: Wisesa Wirayuda
Suarakita.org – Untuk memperingati Hari Buruh Sedunia, Suara Kita mengadakan acara Bincang Tokoh pada hari Sabtu, 30 April 2016. Acara ini merupakan acara perdana yang diadakan oleh Suara Kita. Bincang Tokoh merupakan acara dimana Suara Kita mengundang teman-teman aktivis di luar aktivis LGBT yang bertujuan agar pergerakan LGBT bisa belajar dan berempati pada pergerakan kelompok minoritas lainnya.
Pada Bincang Tokoh kali ini, Suara Kita mengundang Tias, seorang aktivis buruh perempuan. Tias adalah wakil ketua bidang perempuan untuk periode 2013 sampai 2016. “Jika kita berbicara pergerakan buruh, kita juga tidak bisa meninggalkan pergerakan perempuan. Karena mayoritas pekerja di Indonesia adalah perempuan. Irisannya terletak pada hak-hak perempuan pada umumnya. Dia mengalami melahirkan, cuti haid, atau mengalami keguguran.”
Sejarah pergerakan buruh berawal dari pergerakan perempuan, “Di salah satu negara ada pemogokan kerja yang pekerjanya mayoritas perempuan.” kejadian tersebut yang menjadikan May Day sebagai hari buruh internasional. “Di Indonesia, saat ini yang masih menjadi sosok itu adalah selalu Marsinah. Marsinah di era yang sulit untuk berbicara, ia dengan berani bersuara. Bahkan Marsinah itu bukan salah satu pengurus serikat, hanya anggota biasa.”
Tias menceritakan bagaimana perjuangannya dengan teman-temannya yang pernah dihadang ketika sedang melakukan aksi demo. “Aksi di depan istana negara pada tanggal 30 Oktober lalu, berujung pada penangkapan dua puluh enam kawan kita. Dua orang dari LBH Jakarta, satu orang Mahasiswa, dan dua puluh tiga teman buruh. Awalnya mereka berlaku sebagai saksi tanpa proses BAP tersangka, kemudian tiba-tiba sekarang menjadi terdakwa. Di dalam dua puluh enam orang ini ada empat orang perempuan. Proses penangkapannya itu kami lihat sangat menyakitkan karena mereka dipukuli, ditendang bahkan barang-barang yang mereka bawa ikut disita dan tidak dikembalikan. Kondisi pergerakan buruh kurang lebih sama dengan pergerakan rakyat lainnya. Kita berusaha sedang dipatahkan. Pergerakan buruh pun saya akui tidak semuanya kompak, itu realita.”
Berhubungan dengan aksi May Day (Hari Buruh Internasional) yang akan dilakukan tanggal 1 Mei, Tias mengetahui bahwa ada kelompok-kelompok elite yang mencoba memecah belah aksi demo buruh. “Ada teman-teman dari serikat lain pun malah berbelok arah. Karena kita mendapatkan informasi bahwa aksi May Day sudah dikondisikan dan dipecah-pecah sehingga tidak berpusat di Jakarta semua. Bahkan ada yang didanai untuk melakukan kerja bakti dan gerak jalan.”
Untuk kelompok buruh perempuan, Tias mengatakan bahwa permasalahannya bisa lebih berlapis lagi. “Akses kesehatan minim, hak atas upah yang masih diskriminasi, dan ancaman ketika mereka mengambil cuti melahirkan atau cuti haid.”
Menurut Tias, kondisi buruh perempuan di Indonesia itu sangat rentan terhadap penindasan. “Mereka harus bekerja dengan jam kerja yang panjang, kebutuhan untuk ruang menyusui yang tidak ada, sarana air bersih yang tidak ada.”
Obrolan tak terasa berlangsung sampai pukul 6 sore diiringi dengan turunnya hujan deras. Adzan magrib menadi patokan kami untuk selesai berdiskusi dan menutup acara.