Oleh : Dwipa Pangga
Suarakita.org – Bertempat di Kantor Solidaritas Perempuan, daerah Pasar Minggu Jakarta. Dalam rangka memperingati International Againts Homophobia, Transphobia and Biphobia (IDAHOT 2016) diadakan acara Pemutaran Film “The Danish Girl” dan Diskusi bersama Prof. Dr. Saskia E. Wieringa, pada Rabu , 18 Mei 2016.
Acara yang merupakan kerjasma antar LSM ini yang di motori oleh Ardhanary Institute, SuaraKita, GWL INA, BITES, Solidaritas Perempuan, Perempuan Mahardika dan Aliansi Satu Visi merupakan kerjasama pihak-pihak yang peduli dengan keragaman gender dan penghormatan hak-hak terhadap orang-orang yang non heteroseksual.
Film “The Danish Girl” dipilih untuk diputar diacara ini, menceritakan kisah nyata seorang transgender bernama Einar Wegener (diperankan oleh aktor Eddie Redmayne), yang hidup di Denmark sekitar tahun 1920 an. Einar Wegener menikah dengan Gerda Wegener (diperankan oleh aktris Alicia Vikander) yang kedua suami istri ini berprofesi sebagai seorang pelukis. Einar Wegener merasa dirinya adalah seorang perempuan. Didalam film ini dilukiskan dengan mendalam bagaimana perjuangannya untuk menjadi seorang perempuan. Ketika awalnya dia diminta oleh sang istri untuk menjadi perempuan dalam model lukisannya. Dia seperti menemukan jati dirinya sebagai perempuan Dan pergulatan batin Gerda Wegner , istrinya, yang besar hati dengan penuh cintanya untuk medampingi keiginan suaminya tersebut.
Einar Wegener tampil menjadi sosok perempuan dan berganti nama menjadi Lily Elbe. Keputusannya ini didukung oleh Gerda Wegener dan teman teman dekatnya, dengan menyatakan tidak ada yang salah dengan keputusan suaminya tersebut untuk menjalani operasi penyesuaian kelamin. Yang pada 1920 an, suatu tindakan medis yang sangat mengandung resiko.
Film berdurasi 2 jam ini, mendapat piala Oskar 2016 untuk Aktris Alicia Vikander sebagai Aktris Pendukung terbaik dalam Film besutan sutradara Tom Hooper.
Setelah pemutaran Film ,dibuka sesi diskusi yang menghadirkan narasumber Prof. Dr Saskia E. Wieringa, seorang pengampu kajian gender dan seksualitas dari Universitas Amsterdam, Belanda.
Diawal diskusi Saksia menjelaskan tentang Einar Wegener yang menurutnya perintis dalam operasi penyesuaian kelamin di dunia. Dimasa hidupnya beliau sampai 3 kali tahapan menjalani operasi penyesuaian kelamin. Acara yang di moderator oleh RR Agustine ini, memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya kepada narasumber.
Saskia lebih lanjut menjelaskan operasi penyesuaian yang dialami Einar Wegener pada tahun 1933 di Klinik Hirschfeld di Jerman adalah paska sebelum Hitler berkuasa. Setelah operasi penyesuaian kelamin yang dialami oleh Einar, dunia seakan-akan terlupa akan hak-hak transgender untuk bisa melakukan operasi penyesuaian kelamin.
Sejarah dunia kemudian memasukkkan LGBT sebagai katagori penyakit. Namun dengan adanya perlawanan bahwa hal ini bukan penyakit, dan hanya sebagai variasi dalam kehidupan seksualitas seseorang.
Ada peserta dari Padang yang mempertanyakan, bahwa seksualitas adalah warna budaya lokal yang sebelum penjajahan misalnya perempuan tomboy di Minangkabau dianggap biasa saja?
Kebudayaan nusantara sebelum masa penjajahan Belanda menganggap seksualitas adalah hal lumrah dan tidak tabu. Eropa datang dengan membawa nilai moralitas yang melarang homoseksual, yang sebelumnya dianggap biasa di nusantara. Malah transgender mendapat peran penting di masyarakat dianggap sebagai perantara antara dunia langit dan dunia manusia, seperti tradisi Bissu di Makasar.
Penting sekali untuk menggali kisah keragaman seksualitas yang ada di nusantara. Melihat keragaman ini sebagai variasi seksual yang biasa saja. Seksualitas normal menurut Saskia adalah saling mencintai dapat dengan tubuh apapun, tanpa mengisyaratkan kelamin. Saskia mengingatkan agar tiap orang membuka diri dan jujur supaya kita bisa hidup ada adanya. Dan saling menghargai hak-hak manusia dengan keragaman gender dan seksualitas sebagai penghormatan kemanusiaan.
Acara yang menarik ini diakhiri oleh moderator saat jam menunjukkan pukul 21.00 Wib.