Oleh: Radi Arya Wangsareja
SuaraKita.org – Ada sekitar 40 hak konstitusional warga negara Indonesia yang harus dijamin, salah satunya hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun (Pasal 28 I ayat 2). Sementara dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 juga telah menegaskan bahwa setiap orang terlahir sama dan setara dan terbebas dari tindakan diskriminasi dan kekerasan. Hak konstitusional ini juga berlaku kepada seluruh warga negara Indonesia termasuk warga negara LGBT. Hal ini diperkuat oleh lembaga HAM Negara, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) pada tahun 2005 dengan terbentuknya 29 prinsip Yogyakarta yang harus dipenuhi terkait hak-hak warga Negara LGBT, prinsip-prinsip tersebut juga diadopsi dari DUHAM dan UUD 1945.
IDAHOT (International Day Against Homophobia-Transphobia) dirayakan setiap tahun sejak 17 Mei 1990, tanggal dihapuskannya homoseksual dari kategori penyakit mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Peringatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran yang terjadi terhadap hak-hak LGBT, termasuk pelecehan, kekerasan, diskriminasi yang dialami oleh LGBT Namun, masih saja terjadi tindakan-tindakan diskriminatif kepada LGBT baik itu secara verbal ataupun fisik. Di Indonesia pun terjadi beberapa kali peristiwa yang mendiskriminasikan LGBT, baik berupa pernyataan-pernyataan sikap, peraturan atau undang-undang yang diskriminatif ataupun ancaman dan perlakuan fisik yang dialami oleh LGBT secara langsung.
Berikut adalah rangkuman dari beberapa peristiwa diskriminatif yang terjadi selama 1 tahun terakhir semenjak peringatan IDAHOT 2015 sampai hari ini.
Oktober 2015 :
- Sembilan orang transgender ditangkap Polisi Syariah Aceh Barat karena dianggap melanggar hukum Syariah Islam. Kepala Polisi Syariah Aceh Barat, Ika Suhannas mengatakan bahwa mereka dituding oleh warga terlibat dalam praktik pelacuran, tapi polisi tidak menemukan bukti yang mendukung tudingan tersebut. (Suara Kita)
Desember 2015 :
- Kelompok Mahasiswa Universitas Lampung (Unila) menyisir kampus mencari komunitas LGBT. Rektor UNILA, Hasriadi Mat Akin memberikan pernyataan bahwa akan memecat dosen dan mahasiswa UNILA yang terlibat LGBT (Tribun Lampung)
Januari 2016 :
- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Muhammad Nasir menyatakan, “Kelompok LGBT tidak boleh dibiarkan berkembang dan diberi ruang segala aktivitasnya. Apalagi, komunitas LGBT disinyalir masuk ke kampus dengan kelompok kajian atau diskusi ilmiah” (Antara)
- FPI wilayah Bandung Kulon melakukan sweeping di rumah-rumah kost dan mengancam akan mengusir penghuni LGBT di wilayah tersebut (Tempo)
Februari 2016 :
- Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan sanksi yang akan diberlakukan kepada personil kepolisian yang terbukti kuat tergabung dalam kelompok LGBT akan dikenakan sanksi pemecatan dengan tidak hormat (Liputan6)
- Kapenrem 152/Babullah Mayor Inf Anang Setyoadi mengeluarkan pernyataan bahwa Prajurit TNI yang terlibat jaringan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) akan dipecat dari kesatuan. (Liputan6)
- Pesantren Waria Alfatah di Yogyakarta ditutup pejabat setempat, walaupun di tempat terpisah, Sholehudin, mantan Lurah Jagalan yang telah lengser pada April 2015, menyatakan ‘belum pernah menerima laporan warga yang merasa terganggu atas aktivitas ponpes waria’. (BBC)
Maret 2016 :
- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dituntut untuk membatalkan surat edaran yang mendiskriminasi dan menjadikan LGBT sebagai alasan dalam mengeluarkan larangan, karena dinilai menempatkan LGBT sebagai penyimpangan dan ancaman. (Kompas)
Mei 2016:
- Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Muslim berdemonstrasi menolak kegiatan ASEAN Literary Festival karena ada konten LGBT (Rappler)