Search
Close this search box.

[Kisah] Perjuangan Seorang Waria Demi Hidupi Keluarga Dengan Berjualan Sayu-mayur

SuaraKita.org – Menjalani hidup sebagai Waria memang tidak mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi. Begitu halnya dengan Mirna, Waria kelahiran tahun 1986 ini terpaksa harus berjuang menghidupi keluarganya dengan berjualan sayur mayur di sebuah pasar tradisional begitu upaya melamar pekerjaan diberbagai perusahaan mengandaskan impiannya. Apa lagi Mirna  juga menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal pada tahun 2004. Ibunya  yang sudah tua tidak memiliki tenaga untuk bekerja setelah berbagai penyakit menggerogoti usianya, sementara ketiga orang adiknya yang masih duduk di bangku sekolah membutuhkan banyak biaya. Maka Mirna harus bekerja lebih ekstra lagi.

“saya harus berjuang demi keluarga, apapun saya kerjakan yang penting halal.” Ungkap Mirna.

Sebagai Waria, Mirna sering mendapatkan perlakuan tidak enak baik itu dari konsumen maupun rekan-rekannya sesama pedagang, namun hal itu tidak dihiraukannya. Baginya sabar adalah kunci untuk menghindar dari permasalahan yang bisa muncul kapan saja. Meski sekali-kali dia juga harus bersikap agar tidak terus menerus dilecehkan sebagai Waria.

Pilihannya menjadi pedagang sayur-mayur justru dilakukan agar orang tidak mensetigma Waria dengan hal-hal buruk. Sebab selama ini orang beranggapan bahwa Waria itu identik dengan dunia malam dan berbagai setigma buruk lainnya. Apalagi kota ini kecil yang mudah dideteksi.

“ya ada temen-temen sesama Waria yang ngajakin untuk mejeng tiap malam, tapi saya tidak bisa. Saya tidak siap, menjadi Waria saja masyarakat menganggap salah apa lagi kalau saya ikut jual diri. Bukan berarti saya menyalahkan temen-temen yang hidup didunia malam, saya paham untuk mencari kerja susah, apa lagi sebagai Waria yang tidak mendapatkan tempat.” Kata Mirna.

Maraknya pemberitaan LGBT belakangan ini tak luput dari perhatian Mirna, perasaan diteror, tidak mendapat perlindungan dari Negara dan berbagai tuduhan jika LGBT adalah perilaku yang dibuat-buat adalah sesuatu yang menyakitkan baginya.

“saya tidak meminta dilahirkan sebagai Waria, tetapi ini adalah kenyataan yang harus saya terima. Awalnya saya juga menganggap salah dengan diri saya, tetapi lama – kelamaan saya mulai menerima siapa saya yang sebenarnya. Dan ini yang membuat nyaman pada akhirnya.”  Kata Mirna.

Ibunya (sebut saja Habsah – 57 Tahun) mengaku pasrah dan menerima anak tertuanya menjadi Waria, apapun pilihan Mirna dia terima dengan lapang dada. Hal yang terpenting  anak-anaknya berbuat jujur dan tidak merugikan orang lain.

“Mirna itu anak yang patuh sama orang tuanya, tidak pernah mengeluh. Dia abdikan hidupnya untuk keluarga. Kalau tidak ada Mirna saya tidak tahu bagaimana hidup kami. Bagaimana hidup adik-adiknya. Sementara saya tidak kuat lagi untuk mencari rezeki.” Ungkap Habsah.

Mirna kecil menurut Habsah sudah menunjukkan gejala sebagai Waria dengan gayanya seperti perempuan dilihat dari cara bicaranya, perilakunya yang lebih menyukai masak di dapur, dari cara jalan dan  berbagai perilakulainnya. Karena perilakunya itu Mirna sering menjadi ejekan orng-orang sekitar. Sebagai ibu, Habsah mencoba mengerti kondisi anaknya, dia tidak menghiraukan apa yang menjadi gunjingan para tetangga dan orang-orang disekitarnya, pesan terpenting untuk anaknya bertindak tidak merugikan orang lain.

Apapun yang terjadi dengan Mirna, Habsah selalu mendampingi anaknya dengan kasih sayang. Alasannya sederhana, “anak itu titipan dari yang Maha Kuasa, apapun yang diberikan oleh yang Maha Kuasa wajib di syukuri dan dijaga”.

Sementara adik kedua Mirna (Sebut saja Arfan) yang saat ini duduk di kelas 3 sebuah SMU merasakan perjuangan Mirna demi keluarganya begitu berat. Arfan merasa bangga dengan kakaknya meski kakaknya seorang Waria, tetapi siap berkorban apa saja demi keluarga.

Saat ditanya apakah tidak malu memiliki kakak seorang Waria? Arfan dengan tegas menjawab : “kenapa mesti malu? Meski seorang Waria, kakak saya masih memiliki martabat dan bertanggungjawab dengan apa yang dilakukannya. Dia tidak pernah membuat malu keluarga. Kalau pun dia Waria, biarlah Tuhan yang menilai baik dan buruk kakak saya di mata Tuhan. Kita mahkluk sesama ciptaan Tuhan sudah seharusnya sama-sama saling menghargai satu sama lain.” Kata Arfan.

Ditengah berbagai persoalan yang dihadapi selama ini, apa lagi ditengah berbagai isu yang berkembang dengan LGBT belakangan ini. Mirna merasa beruntung memiliki orang tua yang mengasihi dirinya, keluarga yang menghargai dirinya selayaknya manusia. Hal inilah yang membuat Mirna semakin kuat menghadapi setiap tantangan yang datang.

Harapannya kedepan tidak ada diskriminasi terhadap orang-orang seperti dirinya. kalau boleh memilih saat dilahirkan, dirinya ingin dilahirkan seperti orang-orang kebanyakan. Sehingga tidak menjadi orang yang selalu dianggap aneh ditengah-tengah orang banyak dan menganggap mereka “Normal”.