SuaraKita.org – Dalam rangka World Humanitarian Summit (KTT Kemanusiaan Dunia/WHS), perwakilan pemerintah, LSM, aktivis masyarakat sipil dan pejabat tinggi PBB berkumpul untuk membahas kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam aksi kemanusiaan pada tanggal 23-24 Mei di Istanbul, Turki.
Sebelumnya, di sela kegiatan diskusi meja bundar yang ke-60 pada 17 Maret lalu Commission on the Status of Women menekankan pentingnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk diskusi yang akan berlangsung di WHS.
Direktur Eksekutif UN Woman (badan PBB urusan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Phumzile Mlambo-Ngcuka dalam sambutannya mengatakan “Dunia kita melihat efek meningkatnya perubahan iklim, kekerasan dan peningkatan jumlah pengungsi. Perempuan dan anak perempuan dipengaruhi secara tidak proporsional oleh krisis ini”. Pada saat yang sama, wanita sangat penting peranannya dalam untuk pemulihan dan membangun kekuatan.” Dia juga menekankan bahwa perempuan seringkali kehilangan akses pendidikan, layanan kesehatan dan reproduksi serta partisipasi dalam kehidupan ekonomi dan politik di wilayah konflik.
Stephen O’Brien ketua dari badan PBB untuk urusan kemanusiaan menekankan WHS peran penting dalam memberikan kesempatan bagi semua konstituen untuk mengadvokasi upaya untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam aksi kemanusiaan: “WHS akan sukses hanya jika memprioritaskan perempuan dan anak perempuan pada intinya. Kami berharap kepada para pemimpin untuk membuat komitmen yang kuat untuk perempuan dan anak perempuan, yang akan fokus pada aksi untuk kesetaraan gender untuk kemanusiaan. ”
WHS akan mempertemukan pemerintah, organisasi kemanusiaan, korban krisis kemanusiaan dan sektor swasta untuk membahas solusi terhadap tantangan dunia yang paling mendesak dalam aksi kemanusiaan. Sekretaris Jenderal PBB menerbitkan laporannya untuk KTT Kemanusiaan Dunia pada bulan Februari dan menyerukan para pemimpin dunia untuk memperbaharui komitmen untuk mencegah dan mengakhiri penderitaan korban krisis kemanusiaan. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan muncul sebagai tema utama dalam World Humanitarian Summit World dan memunculkan empat komitmen yang akan diusulkan oleh para pembicara di Istanbul.
Hibaaq Osman, Pendiri dan CEO dari Karama, jaringan yang melindungi hak-hak perempuan Arab, berbicara tentang komitmen pertama yaitu Memberdayakan kelompok perempuan untuk meningkatkan kepemimpinan dan partisipasi perempuan dan anak perempuan. Dia menekankan bahwa untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk dilaksanakan secara efektif, prioritas harus diberikan kepada komunitas lokal. “Perempuan harus memiliki sesuatu yang dipertaruhkan. Tujuan harus dimiliki dan didorong oleh masyarakat”. Menyoroti pentingnya keamanan perempuan, Hibaaq Osman menyatakan “Jika perempuan hidup dalam ketakutan mereka dan keamanan keluarga mereka, mereka tidak dapat berpartisipasi secara efektif dalam proses tersebut.”
Nyaradzayi Gumbonzvanda, Ketua dari International Board of Action Aid menekankan pentingnya memastikan akses ke kualitas kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif untuk perempuan dan remaja perempuan, komitmen kedua yang diusulkan untuk WHS. Dia mengatakan “Saya lahir dan dibesarkan dalam perang. Bagi sebagian dari kita KTT ini bukan hanya sekedar acara, ini tentang kehidupan kami. Nyaradzayi Gumbonzvanda menambahkan “Setidaknya 15 persen dari seluruh dana kemanusiaan harus dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan”.
Usulan ketiga adalah menerapkan pendekatan global terkoordinasi untuk mencegah dan menanggapi kekerasan berbasis gender yang akan dibawakan oleh Christine Matthews, Deputi Direktur Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi. “Kami menghadapi perpindahan krisis terbesar sejak Perang Dunia II, yang mengarah ke kekerasan dan eksploitasi perempuan, Melalui pemberdayaan perempuan berperan sebagai pemimpin dalam komunitas mereka, kita dapat memperkuat upaya untuk memerangi kekerasan berbasis gender.”
Komitmen terakhir yang diusulkan untuk KTT akan dibawakan oleh Kim Henderson, Head of Gender Justice dari Organisasi Kemanusiaan Oxfam International yang akan berbicara tentang membangun akuntabilitas.”Kami bertanggung jawab untuk perempuan dan anak perempuan yang hidup dalam situasi krisis. Usaha untuk menyetarakan gender tidak dilihat sebagai prioritas dalam respon untuk kemanusiaan.” Kim Henderson juga menekankan pentingnya perubahan norma-norma budaya dan sosial sebagai komponen fundamental dari sebuah akuntabilitas. (Radi Arya Wangsareja)
Sumber: