Oleh : Dimas Mahendra
Suarakita.org-Rahasia besar dalam kedewasaan laki-laki Amerika adalah Kita takut akan laki-laki lain. Homofobia telah menjadi prinsip baku dalam definisi kultural kita tentang kedewasaan laki-laki. Homofobia lebih daripada ketakutan irasional terhadap laki-laki gay; lebih daripada ketakutan bahwa kita akan dinilai sebagai seorang gay. “Kata ‘banci’ tidak ada hubungannya dengan pengalaman homoseksual atau bahkan ketakutan terhadap homoseksual” tulis David Leverenz (1986).
“Kata itu berasal dari lubuk paling dalam kedewasaan laki-laki: label yang paling merendahkan untuk siapapun yang kemayu, tidak tangguh, dan tidak keren” (h.455). Homofobia adalah ketakutan bahwa laki-laki lain akan membuka diri kita, membuat kita terlihat lemah, dan menyingkapkan kepada kita dan dunia bahwa kita tidak layak, bahwa kita bukan laki-laki sejati. Kita takut membiarkan laki-laki lain melihat ketakutan kita tersebut. Rasa takut membuat kita malu karena kesadaran akan ketakutan dalam diri kita merupakan bukti bahwa kita tidak sejantan yang selama ini kita kira, bahwa kita seperti laki-laki muda dalam sebuah puisi oleh Yeats, “one that ruffles in a manly pose for all his timid heart.” (yang menegang dengan pose jantan karena hatinya yang pemalu.) Ketakutkan kita adalah ketakutan akan dipermalukan. Kita malu bahwa kita takut….
Michael Kimmel berpendapat bahwa laki-laki Amerika tersosialisasi dengan sebuah definisi maskulinitas yang sangat kaku dan membatasi. Ia menyatakan bahwa laki-laki takut ditertawakan oleh laki-laki lainnya jika terlalu feminin, dan ketakutan ini melanggengkan homofobia serta maskulinitas yang bersifat eksklusif. Ia menghimbaukan pentingnya politik yang bersifat inklusif atau perluasan definisi maskulinitas untuk mengakhiri perjuangan gender.
Artikel lengkap bisa diunduh di bawah ini
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/02/Dimas_Jan_2016.pdf”]
Jurnal asli bisa diunduh di bawah ini
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/02/masculinity.pdf”]