Search
Close this search box.

[Liputan] Intervensi Pada Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan & Anak

Suarakita.org – Mencare+  bekerjasama dengan Aliansi  Laki- Laki Peduli  mengadakan diskusi pada  hari Kamis, 10 Desember 2015. Tema diskusi kali ini adalah “ Intervensi Pelaku Sebagai Bagian dari Upaya Untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan.  Acara dimulai pukul 09.00 – 16.20 WIB di Hotel Akmani, Jl. Wahid Hasyim No.91, Jakarta Pusat . Acara dibagi menjadi tiga panel dan setiap panel menghadirkan tiga pembicara.

Dalam diskusi panel pertama yang dimoderatori oleh Nathanael Sumampouw ( Psikolog Yayasan Pulih dan Dosen Fakultas Psikologi UI) fokus diskusinya adalah tentang siapa pelaku dan mengapa intervensi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak penting dilakukan/dikaitkan dengan HAM. Moderator  menghadirkan Mariana Amiruddin ( Komisioner Komnas Perempuan) yang membahas kompleksitas penyebab kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KTPA), profil pelaku dan korban, dan mengapa perlu ada rehabilitasi /penanganan pelaku serta bagaimana konsepnya. Hal ini dikaitkan dengan terobosan upaya RUU PKS dan RUU PKDRT.

Dalam kesempatan tersebut, Mariana mengundang  Fedry, mantan pelaku kekerasan terhadap perempuan yang melaporkan dirinya ke Komnas Perempuan untuk berbagi cerita. Fedry bercerita mengapa ia melakukan kekerasan dan pada akhirnya menyadari kesalahannya  sehingga ia mau melakukan konseling. Menurut Mariana, Fedry adalah salah satu contoh sukses bagaimana KOMNAS PEREMPUAN mengintervensi pelaku kekerasan terhadap perempuan.

Sedangkan Pembicara kedua yaitu Asrorum Niam ( Ketua KPAI) memaparkan konsep intervensi pelaku dan korban, mengapa perlu ada rehabilitasi/ penanganan pelaku , dan bagaimana konsepnya. Menurutnya, “ kita harus menutup paparan kekerasan yang terjadi di sekitar kita”. Sementara itu Kombes Pol Sri Rumiati (Kepala Unit PPA MABES POLRI) memberikan gambaran kasus- kasus KTPA (Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak) dan pelakunya, terutama profil pelaku KTPA. Ibu Sri mengatakan pentingnya membangun kerjasama kembali dengan berbagai pihak terkait dengan penanganan kasus-kasus.

Dalam Panel kedua, diskusi dipandu oleh Siska Dewi Noya ( SGBV Specialist Rutgers WPF). Dalam diskusi ini para pembicara diminta membahas mengenai pendekatan intervensi perilaku pelaku atau Perubahan Perilaku Pelaku: Siapa melakukan apa dan bagaimana hasilnya. Siska mempersilahkan Ismi Nuraini ( Kemensos) sebagai pembicara pertama. Ismi menekankan pada konsep rehabilitasi pelaku kekerasan terhadap perempuan, kegiatan intervensi apa saja yang dapat dilakukan, hambatan, hasil, serta siapa saja pihak yang dapat diajak bekerjasama. Menurut Ismi, yang menjadi tantangan saat ini adalah kendala infrastruktur, di mana pemerintah belum memiliki tempat khusus  untuk merehabilitasi pelaku KTPA.

Selanjutnya dr. Suryo Dharmono Sp.KJ. (RSCM) yang menyatakan bahwa Kemenkes harus fokus memikirkan konsep rehabilitasi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Menurut dr. Suryo, saat ini belum ada ukuran perubahan mantan pelaku kekerasan. Suryo juga mempertanyakan efektifitas isu kebiri untuk menghentikan KTPA. Kesimpulannya, penting untuk membangun semacam lembaga rehab, semacam support group buat pelaku kekerasan yang  sudah pulih dan dapat bersosialisasi kembali dalam masyarakat serta usaha-usaha destigmatisasi pada mantan pelaku kekerasan.

Aditya Putra K (Rifka Anissa) sebagai pembicara ketiga, membahas pentingnya konsep intervensi yang dilakukan, apa saja yang dilakukan termasuk konseling pelaku kekerasan terhadap perempuan. Perlu dipantau apakah setelah pulih dan kembali dalam masyarakat terjadi perubahan cara berkomunikasi, menjalin relasi yang  lebih sehat, serta usaha-usaha untuk mengembalikan harmoni keluarga.

Panel ketiga digelar tepat pukul 14.00 WIB diskusi. Syaldi Sahude,  ketua Aliansi Laki-Laki Baru berperan sebagai moderator kali ini. Panel ketiga berpusat pada pemaparan apakah pelaku sungguh bisa menghentikan kekerasan yang dilakukannya? Apa saja yang dibutuhkannya untuk mendukung terjadinya perubahan perilaku pada pelaku yang efektif dan adil .

Sebagai pembicara pertama Dr. Kristi Poerwandri (Psikolog Yayasan Pulih dan dosen Fakultas Psikologi dan Kajian Gender Universitas Indonesia) membahas kajian yang berperspektif biopsikososial – budaya pelaku kekerasan terhadap perempuan dan intervensi apa yang perlu dilakukan. Menurutnya selama ini laki-laki  sebenarnya mengalami krisis. “Ada semacam trauma keterpisahan semenjak dari kecil”, tegas Kristi Poerwandri.  Selain itu, Kristi Poerwandari mengusulkan tentang bagaimana mengolah aspek “Psikologi & Kesadaran” laki-laki dengan melibatkan figur laki-laki serta konseling dan pelatihan bagi laki-laki.

Pembicara kedua,  Dra Ni. Made Martini Putri (Dosen Kriminologi FISIP UI dan Peneliti PUSKA Perlindungan Anak UI) menjelaskan kajian perspektif kriminologi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan intervensi apa yang perlu dilakukan. Menurut Ni Made, anak pelaku kekerasan juga adalah korban dan butuh penanganan khusus.

Panelis terakhir Nur Hasyim (Alianasi Laki-Laki Baru) membahas peran laki-laki sebagai pelaku atau mitra? Menurutnya, sudah saatnya laki-laki menyadari previlese yang selama ini  dinikmatinya namun  selama ini mereka tidak menyadari  dan tak mau berbagi kepada perempuan. Tantangan ke depan adalah,  “bukan lagi soal laki-laki atau perempuan tetapi perilakunya,” tegas Nur Hasyim.  Di akhir sesi moderator merangkum dan memberi kesimpulan atas keseluruhan panel yang berlangsung . (Eddy)