Search
Close this search box.

[Kisah] Still Shining, Cahaya!

Oleh: Regza Sajogur*

Suarakita.org – Lagu milik grup band asal Jakarta, Geisia, dengan judul “Jika Cinta Dia” terdengar begitu merdu dari atas panggung. Tamu undangan yang hadir seolah terhenyak dengan suara merdu seseorang yang sedang menyanyikan lagu tersebut. Dialah Cahaya Chabelita. Sosok langsing dengan postur semampai.

Cahaya adalah seorang transgender asal Medan yang kerap mengisi acara-acara perayaan seperti pesta pernikahan. Suaranya yang merdu seolah mampu menghipnotis pendengaran banyak orang. Sikapnya yang ramah, lembut dan perhatian membuat banyak orang begitu menyukainya.

Tapi sikapnya yang lembut tidaklah semulus perjalanan hidupnya. Di balik tawa serta sikap humoris dalam dirinya tersimpan banyak cerita pedih. Menjadi seorang transgender bukanlah pilihan mudah bagi seorang Cahaya. Beberapa tahun lalu, pilihan itu datang pada Cahaya. Awalnya dia hanya mencoba saat begitu tertarik dengan kehidupan kaum transgender. Namun pilihan itu membuatnya semakin nyaman dan memutuskan untuk menjadi seorang transgender.

Keputusan Cahaya ini ditentang oleh semua pihak keluarga. Termasuk ibundanya yang kini jauh di negeri Jiran. Cahaya seolah ditolak oleh keluarganya sendiri. Pada akhirnya, Cahaya tinggal bersama teman-temannya. Ngekos bareng di tempat yang tidak jauh dari rumahnya sendiri. Rindu pada sang ibu kerap mengusik batinnya. Namun dia tak berdaya untuk menemui beliau (yang pada saat itu masih tinggal di kota Medan).

“Aku kangen ibu,” jawaban yang keluar dari mulut cahaya setiap kali ditanya dia sedang memikirkan apa.

Meski begitu, Cahaya tetap tabah. Menjalani harinya dengan semangat. Cahaya tetap mejalani propesinya. Dan terkadang dia akan naik dari panggung ke panggung ketika ada job menyanyi dari teman-temannya.

Hingga pada Ramadhan lalu, Cahaya bisa kembali ke rumah. Cahaya kembali mendapat pengakuan dari keluarganya. Dan bisa kembali ada di antara mereka. Meski tanpa ibundanya. Karena beliau sudah berada di Malaysia untuk bekerja. Hanya kerinduan yang bisa dia rengkuh sebelum bertemu dengan sang ibu.

Cahaya selalu mendapat pesan yang dianggapnya pedih dari sang ibu.

“Berubahlah, Nak. Seperti dulu kan, ganteng,” pesan ibunya setiap kali mengobrol dengan Cahaya.

Jika sudah seperti ini, Cahaya hanya bisa diam. Cahaya sudah nyaman dengan pilihannya.

Saat ditanya tentang asmara, sosok pengagum Hrittik Rossan ini selalu berharap suatu saat ada yang benar-benar menyayanginya.

“Aku hanya berharap ada yang menyayangiku tulus. Bukan karna ada udang di balik rempeyek,” ujarnya sembari tersenyum manis.

Saat ini, Cahaya sedang membuka usaha jahit. Meski hanya reparasi, Cahaya berharap bisa mendesain sendiri suatu hari nanti.

“Belum berani mendesain sendiri. Tapi semoga suatu saat aku bisa. Dan ini adalah mimpiku,”jawabnya.

Satu-satunya harapan Cahaya adalah menjadi yang terbaik bagi semua orang. Terutama keluarganya. Dia berjanji untuk selalu bersemangat menjalani pilihannya sebagai transgender.

“Aku sudah nyaman seperti ini. Dan aku menikmatinya,” tutupnya.

 

***

Berdasarkan wawancara dengan seorang transgender asal Medan Marelan, Cahaya Chabelita. Transgender yang sangat ramah, sopan dan penuh dengan semangat hidup.

 

 

 

*penikmat sastra, alumni KampusFiksi.