Suarakita.org – Sabtu, 24 Agustus 2015. SuaraKita menggelar malam ramah tamah bersama para pengurus baru SuaraKita. Acara digelar di salah satu rumah makan di daerah Cikini, Jakarta Pusat. Ada pemandangan menarik ketika para tamu selesai mengisi buku daftar hadir, setiap undangan yang hadir dikalungi selendang batik dengan berbagai motif dan warna. Para tamu yang hadir tampak senang menghadiri acara. Lebih dari lima puluh orang undangan nampak hadir di acara tersebut.
Dewi Nova sebagai MC ( Master of Ceremony-red) membuka acara dengan membacakan rangkaian acara pada malam itu. Acara dibuka dengan Sambutan dari Mas Harry, salah satu Dewan Pengawas SuaraKita. Pesan Mas Hary, agar SuaraKita bisa lebih luas dalam berjejaring dengan komunitas-komunitas minoritas seksual lain, gerakan perempuan, dan gerakan-gerakan lainnya. Acara dilanjutkan dengan memperkenalkan profil singkat Dewan Pengawas baru melalui slide proyektor. Mereka yang duduk sebagai Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus baru mempunyai masa jabatan periode 2015 sampai dengan 2020 .
Susunan Dewan Pengawas yang baru adalah Nursyahbani Katjasungkana (LBH APIK) , Irwan Matua Hidayana (Dosen Anthropologi dan Kajian Gender Universitas Indonesia), D’carlo Purba ( Adra Indonesia), Harry Kurniawan (Reutgers WPF), Ikram Baadillah (Dosen UNILA). Para Dewan Pengawas diminta tampil ke depan dan memperkenalkan diri satu persatu. Beranjak ke acara selanjutnya adalah perkenalan Dewan Pengurus yang baru, dan mereka adalah Hartoyo (Direktur SuaraKIta), Teguh Iman Affandi ( Manajer Program SuaraKita), Jannah Maryam Ramadhani ( Mahasiswa S2 Psikologi Universitas Indonesia), Orry Lesmana (Aktifis LGBT) dan terakhir Johan Chrysler ( Volunter SuaraKita). Sama seperti Dewan Pengawas , para pengurus diminta tampil ke depan dan memperkenalkan diri satu persatu.
Acara dilanjutkan dengan pemberian piagam kepada tiga orang mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa penelitian dengan tema keberagaman seksualitas yang diberikan oleh SuaraKita. Mereka adalah Ayu Puspita Sari Ningsih (Jurusan Psikologi , Fakultas Psikologi Universitas Indonesia) dengan judul proposal “Hubungan Intensitas Membaca Fiksi Romantis LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) dan Empati Pembaca terhadap Sikap pada LGBT di Indonesia”. Yang kedua adalah Nursyafira Salmah (Jurusan Sosiologi, Fakultas FISIP Universitas Indonesia) dengan judul proposal “Representasi Identitas Diri Transgender Laki-Laki Secara Individu Serta Kontribusi Kelompok dalam Reprentasi Identitas menjadi Priawan dan Transman”. Proposal terakhir berjudul “Penerimaan Gay dalam Keluarga (Studi Tentang Penerimaan Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Gay)” oleh Rizka Ramadani Putri, Jurusan Sosiologi, Fakultas FISIP Universitas Airlangga. Sayang sekali satu dari tiga penerima beasiswa tersebut yaitu Rizka Ramadhani Putri tidak dapat ikut menikmati kemeriahaan acara malam tersebut. Total proposal yang masuk ke meja SuaraKita kesemuanya ada lima belas proposal, dan dilakukan penyeleksian yang menghasilkan tiga orang penerima beasiswa SuaraKita.
Sebelum memasuki acara puncak yaitu malam ramah tamah. SuaraKita mengumumkan peluncuran buku terbaru SuaraKita yang berjudul “ Ibuku Lelaki”. Teguh menjelaskan bagaimana prosesnya sampai menjadi buku. Menurut Teguh buku tersebut berisi cerpen-cerpen yang dikumpulkan dari laman SuaraKita.org. “Karena sayang kalau hanya bertebaran di dunia maya, SuaraKita kemudian mempunyai ide untuk membukukannya, dan melalui berbagai proses akhirnya terciptalah buku “Ibuku Lelaki”. Buku ini akan dijual secara bebas, dan keuntungannya akan digunakan untuk mendukung Rakit (Rumah Aman Kita-red), sebuah shelter yang diperuntukkan bagi LGBT dan LGBT positif HIV-AIDS yang membutuhkan tempat aman sementara, “ terang Teguh.
Disela-sela malam ramah tamah, SuaraKita meminta pendapat beberapa orang yang hadir terkait acara yang tengah berlangsung. Santi yang mewakili organisasi Sanggar SWARA ( Sanggar Waria Remaja) satu perkumpulan bagi para waria muda menyatakan pandangannya, “Kami dan SuaraKita harus lebih bekerjasama untuk isu keberagaman, karena kita tidak mungkin bekerja secara sendiri-sendiri”. Sementara Itu Setya dari Persatuan Priawan di Indonesia berkata, “Harapannya dengan kepengurusan SuaraKita yang baru ini Persatuan Priawan bisa berjejaring dengan SuaraKita, karena selama ini SuaraKita lebih banyak bekerjasama dengan kelompok gay dan transgender.” Setya juga menambahkan harapannya bahwa dengan melakukan kerjasama antara SuaraKita dan Persatuan Priawan maka akan tercipta gerakan LGBT di Indonesia yang lebih baik.
Terakhir SuaraKita mewawancari Harry salah satu Dewan Pengawas yang juga salah satu dari enam penggagas atau pendiri SuaraKita. Menurutnya dari awal dibentuk hingga hari ini, SuaraKita telah mengalami proses panjang. Ketika awal dibentuk SuaraKita memilki impian bagaimana caranya supaya HAM (Hak Asasi Manusia) LGBT ini dapat diterima secara umum baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Harapannya dengan adanya penerimaan terhadap LGBT, LGBT dapat memilki hak dan diperlakukan secara adil sama seperti masyarakat non LGBT. Ketika ditanya mengenai bagaimana perjuangan SuaraKita sampai hari ini ia menjawab “Harapan saya satu bahwa cita cita yang dibentuk oleh SuaraKita dahulu dilakukan oleh pengurus dengan sungguh-sungguh, dengan berbasis pada HAM , dan ini sudah terlihat misalnya SuaraKita sering melakukan diskusi setiap Sabtu dengan berperspektif HAM dan kesetaraan Gender dan itu sangat bagus sekali” jelasnya .
Menurut Harry SuaraKita sudah berhasil mencetak aktvis-aktivis LGBT baru yang dulu lebih didominasi oleh aktivis senior. Sekarang banyak bermunculan aktifis LGBT baru yang belajar dari SuaraKita. Selain itu SuaraKita berkontribusi dalam membangun wacana public, dimana hasil-hasil diskusi dan kuliah umum yang dilakukan kemudian di publish melalui situs SuaraKita.org sehingga dapat dibaca dan dinikmati oleh masyarakat umum baik LGBT maupun non LGBT. (Eddy)