Search
Close this search box.

[CERPEN] Lesbian Lipstick

Oleh: Wisesa Wirayuda

Suarakita.org- “Halo sayang.” Kata Jim dalam sebuah percakapan di telepon denganku.

“Hei. Dimana? Aku kangen nih.”

“Aku masih di kantor, sepertinya aku akan lembur lagi hari ini.”

“Bukannya minggu ini kamu sudah tiga kali lembur? Aku menghitung loh.”

“Yaaa, habis gimana? Kerjaan numpuk.”

“Ya sudah kalau begitu. Berarti malam ini kita gagal lagi dong malam mingguan?”

“Maaf ya.”

“Tak apa.”

“Kalau begitu aku lanjut lagi ya, supaya tidak terlalu larut juga aku pulang.”

“Baiklah, selamat bekerja.”

Telepon singkat yang sama sekali tidak mengerti keadaanku sekarang. Padahal aku sudah memakai pakaian terbaikku, memakai wewangian, dan sudah memikirkan film yang cocok untuk kami tonton. Ya, apa boleh buat kalau Jim memang sedang sibuk. Aku tidak bisa memaksanya untuk menemaniku malam ini.

Kubuka kembali dress hitam sederhana yang aku kenakan. Aku bersihkan juga make-up yang terpakai percuma. Dan terakhir, aku pakai pakaian tidurku dan bergegas untuk tidur. Namun sebelum aku pejamkan mataku, sebuah pesan singkat hadir di handphoneku.

“Rin, kamu dimana? Aku main ke tempatmu ya.” Itu Linda. Temanku di kampus. Dia seororang Lesbian.

***

“Dingin ya?” tanyaku pada Linda begitu aku membuka pintu dan melihatnya sedang menggigil.

“Bandung itu justru aneh kalau panas, ya?”

“Ya begitulah.”

“Kau gak kemana-mana?” Linda menerobos masuk dan mencari tempat untuk dirinya duduk. Setelah menemukan sofa di tengah ruangan, dia membanting tubuhnya kesana.

“Jim lembur. Lagi.”

“Oh gitu, sibuk sekali dia ya? Kasihan kamu tidak ada yang menemani.”

“Aku baik-baik saja.”

“Kamu yakin Jim lembur?”

“Maksudmu?”

“Yaaa, entahlah, alasan pergi lembur terdengar sangat biasa. Maksudku, hampir semua laki-laki yang berselingkuh selalu mengatakan dirinya sedang lembur, kan?”

“Maksudmu, Jim selingkuh?” aku hanya tersenyum sembari menggeleng.

“Kita kan tidak melihat langsung, Rin.”

“Aku percaya padanya kok.”

“Oke.” Ruangan ini menjadi hening beberapa saat, sampai akhirnya Linda kembali berdiri kemudian mengambil barang bawaannya. Berjalan menuju dapur, dan dalam hitungan menit dia sudah mulai memasak.

***

“Enak?” tanya Linda.

“Enak kok. Belajar masak dimana?”

“Youtube.”

Kami sesaat sibuk mengunyah mie goreng yang Linda buat. Untukku yang merasa sedang sepi sendirian, makanan ini sudah lebih dari cukup.

“Pacarmu mana?” tanyaku padanya.

“Putus, baru tadi pagi. Makannya aku ingin kesini, aku penat di rumah.”

“Oh, maaf aku tidak tahu tentang itu. Kamu gak bilang sih.”

“Aku memang tidak mau membahasnya kok. Aku sekarang tidak mau dipusingkan dulu oleh pacar. Aku ingin fokus kuliah dan kerja. Tapi…”

“Tapi?”

“Kemarin, temanku di SMA tiba-tiba saja menelepon.”

“Teman? Cewek?”

“Cowok, waktu SMA dulu dia itu ketua OSIS. Tubuhnya tinggu berisi, ganteng pula.”

“Jadi maksudmu?”

“Ya, sepertinya aku akan mendekati dia saja. Aku ingin sembuh.”

Sembuh? Pikiranku melayang kesana kemari. Aku mencerna perlahan apa yang dimaksud Linda dengan ‘sembuh’.

“Maksudmu?”

“Iya, sembuh, aku ingin mencintai laki-laki.”

“Kamu serius? Emang bisa?” tanyaku.

“Ini masalah hati, Rin. Bukan antara bisa apa tidak.”

“Tapi kan, kamu Lesbian?”

“Aku Lesbian Lipstick.”

Semakin tidak mengerti aku dibuatnya. Baru pertama kali aku mendengar istilah itu. “Aku bingung.”

“Aku jadi lesbian hanya karena pergaulan. Aku ikut-ikutan teman-temanku dulu. Jadi, ya kenapa tidak aku kembali ke jalan yang benar.”

“Maksudku, Lipstick?”

“Iya seperti Lipstick. Bisa dipakai atau tidak. Sesuai seleraku.”

“Maksudmu kau bisa memilih antara menjadi lesbian atau straight?”

“Begitulah.”

***

“Maafkan aku, Rin.” Jim memohon pengampunan dariku setelah aku memergoki dirinya sedang berduaan dengan teman kantornya. Saling rangkul bahkan Jim mencium perempuan di sebelahnya itu.

“Tidak. Benar kata Linda. Ternyata kau selama ini tidak benar-benar lembur. Seharusnya aku tahu kalau kau selama ini selingkuh.”

“Tidak, ini tidak seperti yang kau bayangkan.”

“Cukup. Aku pulang. Jangan pernah mencari diriku lagi.”

***

“Sudahlah, Rin. Tidak akan ada habisnya kalau kamu terus menangis. Toh, Jim tidak akan kembali.” Kata Linda.

“Aku muak pada Jim. Aku tidak menyangka dirinya melakukanku begini.”

“Aku mengerti, teman-temanku juga banyak yang dikecewakan oleh laki-laki, dan kemudian mereka menjadi lesbian. Mereka lebih nyaman bersama perempuan.”

Aku hanya menggeleng.

“Kenapa?”

“Aku bukan Lesbian.” Kataku singkat dan datar.

“Aku juga. Sudah kubilang aku ini hanya coba-coba.”

“Tapi…” aku masih menggeleng. “Aku tidak mau dan aku takut.”

“Coba saja dulu. Tidak terlalu buruk kok. Aku punya seorang kenalan, dia anaknya baik. Aku kira kau bisa cocok bersamanya.”

“Jangan coba-coba mengenalkanku padanya. Aku mengerti jika itu jalan pilihan hidupmu, tapi aku tidak mau. Dan tolong hargai keputusanku ini.”

“Kau bisa jadi lesbian lipstick. Jadi nanti ketika kamu ketemu laki-laki yang kamu suka kamu tinggal…”

“Tidak! Bisakah kamu pergi dari sini? Aku benar-benar ingin sendirian.”

“Baiklah. Aku pamit pulang kalu begitu.”

Setelah Linda beranjak pergi. Aku memikirkan sesuatu. ‘Lesbian Lipstick’. Apakah benar bisa seperti itu? Apakah benar hanya sebuah percobaan belaka? Apakah benar hanya keinginan sementara? Karena yang aku percayai adalah bahwa aku tidak bisa menjadi lesbian dan seharusnya Linda pun tidak bisa menjadi straight. Apakah ini karena seksualitas yang cair? Ataukah memang seperti lipstick yang bisa dipakai atau tidak. Tergantung kata hati kita sendiri.

Bagikan