Search
Close this search box.

Sekelompok Waria Muda Melakukan Sosialisasi dan Demo Kecantikan di Sekolah Perempuan Ciliwung

Suarakita.org- Selasa, 21 Mei 2015, terik matahari yg menyengat  tidak menyurutkan langkah empat waria muda untuk melakukan sosialisasi mengenai HIV/AIDS dan demo kecantikan kepada ibu-ibu di komunitas Sekolah Perempuan Ciliwung. Acara tersebut terselenggara atas kerjasama dengan SWARA ( Sanggar Waria Remaja) dan Suara Kita. Sekolah Perempuan Ciliwung terletak di Gang Pelangi, Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, hanya sekolah sederhana yg berisikan ibu-ibu rumah tangga yg bertempat tinggal di bantaran kali Ciliwung.

Acara dibuka dengan perkenalan singkat masing- masing pihak , Ibu Musriya yang juga sebagai ketua menjelaskan kepada teman- teman waria apa itu SPC, apa saja yang mereka pelajari dan perjalanan SPC semenjak awal berdiri hingga saat ini. Selanjutnya bergantian teman- teman SWARA memperkenallkan diri mereka, dari organisasi apa mereka berasal serta maksud dan tujuan mereka. Setelah perkanalan singkat Santi dari SWARA memulai melakukan sosialisasi mengenai HIV/AIDS. Para ibu mendengarkan dengan penuh antusias, beberapa ibu yg datang juga turut serta membawa anak, hal ini tidak mengurangi semangat mereka mengikuti sosialisasi yg diberikan oleh teman- teman SWARA.

Ibu musriah kemudian bertantya, “apakah penggunaan sisir, potongan kuku dan jarum suntik dapat menularkan virus HIV?”. Santi kemudian menjawab bahwasanya jarum suntik yang digunakan secara bersamaan memang berpotensi besar dalam penularan virus HIV/AIDS, namun tidak halnya dengan sisir dan potongan kuku. Salah satu teman SWARA lain menambahkan bahwasanya virus HIV hanya dapat tertular apabila terjadi kontak darah dan hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman seperti , sering berganti- ganti pasangan dan tanpa menggunakan pengaman seperti kondom.

“Sebenarnya, kalian itu senangnya dipanggil dengan sapaan apa sih?” tanya salah seorang ibu. Teman- teman swara menjawab bahwasanya mereka lebih nyaman dipanggil dengan sapaan “mba, atau kakak” karena merasa lebih pas dengan identitas gender mereka. Hal paling menyakitkan buat kawan-kawan waria adalah ketika mereka sedang mengamen kemudian dikejar-kejar oleh segerombalan anak-anak sambil meneriaki mereka, “ hidup seperti berada di batas akhir, seperti pengen mati saja” jawab Yuli. Ketika ditanya mengenai penerimaan keluarga terhadap mereka, Santi menjawab bahwasanya ibu biasanya lebih bisa menerima keadaan anaknya yg memilih untuk menjadi seorang waria, “bapak sangat susah menerima kami”, jawab Yuli.

Sanggar Swara sedang demo kecantikan pada Ibu-ibu di Sekolah Perempuan Ciliwung. Foto, Rafi/SuaraKita
Sanggar Swara sedang demo kecantikan pada Ibu-ibu di Sekolah Perempuan Ciliwung. Foto, Rafi/SuaraKita

Selesai sosialisasi acara dilanjutkan dengan demo merias wajah. Dua orang ibu kemudian dipercantik dengan polesan- polesan tangan teman- teman waria. Sambil merias wajah mereka juga memberikan informasi langkah- langkah yg harus dilakukan ketika hendak merias wajah. Beberapa ibu begitu senang dan antusias. Ketika ditanya mengenai respon ibu- ibu SPC mengenai kunjungan teman-teman SWARA disela-sela merias wajah, Santi menjawab” respon ibu-ibu sanga baik, salut karena meraka sudah tidak asing lagi dengan gender, seksualitas, mereka sangat tertarik dengan KESPRO” dan berharap dapat melakukan kerjasama lagi di lain waktu.

Sementara itu Ibu Musriah berpendapat, “waria adalah manusia biasa sama seperti kita, dimata Allah kita sama dan harus saling menghargai. Harapan ibu Musria dari acara ini adalah para ibu yg mengikutu acara tersebut dapat mengajarkan kepada para suami, anak, saudara untuk dapat lebih menghargai waria sebagai manusia serta bagaimana memperlakukan orang lain yg tertular virus HIV/AIDS.(Edy)