Suarakita.org- Sabtu, 23 Mei 2015 Kapal Perempuan menyemarakkan IDAHOT 2015 dengan melakukan pemutaran film berjudul Emak Dari Jambi. Kapal Perempuan adalah Organisasi yang berdiri sejak tahun 2000, bertujuan untuk membangun gerakan perempuan dan gerakan sosial yang mampu mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender serta perdamaian di ranah publik dan privat. 48 peserta hadir dalam pemutaran ini. Mayoritas peserta adalah Ibu-ibu rumah tangga.
Emak dari Jambi adalah sebuah film dokumenter yang bercerita mengenai kerasnya perjuangan hidup Anggun sebagai seorang waria di kota besar Jakarta. Cerita waria dengan segala problematika kehidupan mungkin sudah pernah diangkat sebelumnya. Yang membuat film ini menarik dan spesial adalah kehadiran ibu kandung Anggun di dalamnya. Sang ibu menerima dengan lapang dada keputusan Anggun untuk menjadi seorang waria. Tidak hanya sekedar menerima, sang Ibu juga dengan penuh kasih sayang merawat, tetap menyayangi, serta mendukung keputusan anaknya untuk menjadi waria.
Anggun, sebagai tokoh sentral dalam film ini dihadirkan sebagai pembicara dalam diskusi film ini. Beberpa ibu memuji kecantikan Anggun, mereka berkomentar bahwa Anggun sudah seperti perempuan ‘asli’.
“Mbak kenapa sih mau melakukan suntik silikon gitu , memangnya gak sakit?”, tanya seorang Ibu.
“Memang sakit Bu, sakit sekali malah”, jawab Anggun.
Anggun melakukan suntik silikon karena dengan memiliki lekuk tubuh seperti perempuan, salah satunya dengan memperbesar bokong, maka Anggun merasa menjadi perempuan seutuhnya. Namun akhir- akhir ini Anggun sudah mulai menyadari bahwa pemikiran tersebut adalah suatu konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang menginginkan sosok perempuan yang sempurna. “Perempuan selalu ditampilkan dengan bodi gitar spanyol dengan kulit mulus, dan rambut hitam panjang dan media berhasil membentuknya” jawab Anggun.
Ketika ditanya mengenai waria yang sering mengamen di jalanan. Anggun berpendapat bahwa, sebenarnya tidak ada satupun waria yang mau melakukannya karena mereka sendiri juga sebenarnya malu melakukakan hal tersebut. Namun waria juga mahluk hidup yang sama seperti manusia lainnya yang membutuhkan kebutuhan sandang, pangan dan papan untuk menjalani kehidupannya. “Waria kalau ngamen di jalanan minum obat Bu, supaya lebih percaya diri”, tegas Anggun.
Sebagai penutup, Anggun hanya berpesan kepada para Ibu yang hadir agar dapat menerima keadaan anak- anak mereka yg memutuskan untuk menjadi waria. Banyaknya waria yang bertebaran di jalan- jalan, lampu merah, sudut- sudut gelap kota adalah karena penolakan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarga terdekat mereka. Hal ini menyebabkan sebagain besar dari mereka memilih untuk hidup di jalanan. (Eddy)