Suarakita.org- Sejak didirikan pada tahun 2008, Pesantren Waria Al-Fattah belum pernah melakukan perjalanan untuk menimba ilmu tentang pengelolaan pesantren ke beberapa pesantren pada umumnya. Oleh karena itu undangan dari Unisnu Jepara untuk berkunjung ke kampus tersebut, dimanfaatkan juga untuk bertandang dan belajar bagaimana mengelola sebuah pesantren di beberapa pesantren di sana.
Selama ini keberadaan Pesantren Waria Al-Fattah cukup mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi para santri waria. Terutama menjadi media yang memberikan rasa aman dan nyaman dalam beribadah. Perasaan nyaman ketika dapat berkumpul, karena berada dalam satu komunitas yang saling memahami dan senasib. Namun masih banyak persoalan dilematis yang mereka alami ketika berhadapan dengan masyarakat di luar lingkungan mereka. Salah satu persoalan dan menjadi dasar hidup seluruh manusia adalah keberterimaan masyarakat akan samanya hak waria dalam beribadah.
Tujuan studi banding terutama adalah untuk mempelajari manajemen atau mendapatkan pengetahuan tentang praktik pengelolaan pesantren. Ponpes yang dikunjungi merupakan ponpes yang umumnya berkembang di Indonesia dan sudah memiliki sistem pengelolaan ponpes yang lebih mapan. Karena Pesantren Waria Al-Fattah ini baru satu-satunya, sehingga para pengurus dan santri membutuhkan banyak masukan pengetahuan tentang pengelolaan pesantren. Dalam kunjungan inilah, Shinta Ratri selaku ketua pengelola beserta santri Pesantren Al-Fattah bertukar pikiran dengan pengelola pesantren yang dikunjungi. Jika diamati, program studi banding tersebut masih bisa diperdalam lagi dengan diperbanyak pertanyaan dari pihak Pesantren Waria. Diskusi internal antara pengurus dan santri juga perlu diadakan untuk mengetahui bersama sebenarnya apa yang harus ditingkatkan lagi dan ketika studi banding siapapun anggota/santri maupun pengurus dapat mengajukan pertanyaan berdasarkan pengalaman mereka mengurus pesantren.
Program studi banding kemarin cenderung menjadi perkenalan diri bahwa Pesantren Waria merupakan realitas kehidupan keberagamaan diantara umat Islam. Hal ini cukup efektif, sebuah langkah riil waria ingin belajar lebih banyak mengenai agama dan bagaimana mengelola ponpes tempat mereka belajar agama. Satu hal penting lainnya adalah membuka mata masyarakat khususnya kalangan sesama muslim untuk menerima mereka sebagai bagian dari umat Islam.
Foto dan teks : NICO, Freelance photographer dan travel writer yang pernah mendapat award dari Unesco Bangkok tentang Promoting Gender Equality in Education tahun 2008 dan 2010. Berkontribusi dalam buku Traditional Visual Motifs & Patterns: Auspicious Symbols of Asia, APCEIU Unesco Korea. Kini banyak belajar dengan komunitas Pesantren Waria di Yogyakarta.