Suarakita.org- Keberadaan waria, selama ini masih dipandang sebelah mata. Mereka masih menjadi kaum marginal yang belum mendapatkan tempat di masyarakat. Padahal mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan.
Salah satunya dalam pengembangan seni dan budaya. Iringan suara gamelan jathilan terdengar menggema di Alun-alun Wates, akhir pekan kemarin. Hujan deras yang sempat mengguyur, tidak menyurutkan antusias masyarakat untuk datang untuk bersantai menikmati libur akhir pekan. Kebetulan di panggung Alun-alun yang ada di pojok lapangan juga ada pentas jathilan kreatif bertajuk Jaran Progresif.
Sepuluh penari terlihat lincah dalam menari mengikuti irama gamelan. Meski tubuh mereka kekar, namun mereka cukup gemulai dalam menunjukkan kemampuannya. Apalagi balutan kostum yang dikenakan, membuat suasana kian meriah. Mereka adalah para waria yang kerap mangkal di beberapa lokasi strategis yang ada di seputaran Wates.
Penggagas Jaran Progresif, Joko Mursito mengatakan, jathilan telah menjadi bagian dari kehidupan budaya masyarakat Kulonprogo. Banyak desa yang memiliki kesenian yang identik dengan kuda kepang, barongan, dan cepet ini. Bahkan kelompok ini cukup eksis di masyarakat dalam berbagai inovasi. Berbekal dari kondisi itulah, Joko yang merupakan pengelola Sanggar Singlon ini mencoba menuangkan ide kreatif untuk pengembangan jathilan.
Toh jathilan merupakan salah satu kesenian yang dinamis, mengikuti perkembangan. “Ibarat olahraga, kesenian ini seperti sepak bola, semua orang suka dan bisa melakukannya,” ujarnya. Keberadaan Sanggar Singlon selama ini masih menjadi salah satu pusat kegiatan budaya. Setiap tahun selalu ada kegiatan untuk menumbuhkan minat seni maupun pelestarian budaya yang ada.
Dengan memunculkan kreasi dan identitas baru itulah, mereka mencoba mengkreasikan para waria yang selama ini tidak memiliki tempat untuk berekspresi. Waria, kata dia, selama ini jarang memiliki tempat untuk menyalurkan ekspresi. Dalam aktivitasnya, mereka kerap menuangkannya dalam kegiatan mengamen saja. Kesan miring itulah yang akan diubah dengan mengajak masyarakat untuk menghargai dan menghormati waria.
“Ternyata waria menyimpan potensi yang besar dan tidak pernah diketahui karena masyarakat jarang berkomunikasi dengan mereka,” katanya. Untuk mampu menghasilkan keselarasan, mereka pun ditempa ilmu dengan berlatih rutin. Hebatnya, para waria ini justru memiliki penghayatan dan kedisiplinan dalam berlatih. Dengan keseriusan itulah mereka cepat menguasai materi yang diberikan, sebelum pentas. Joko yakin Jaran Progresif ini akan mampu dikembangkan dalam skala nasional.
Sebab hampir di setiap daerah ada komunitas waria yang belum tertampung untuk menyalurkan ide kreatif. “Kami siap untuk mengembangkan ke kancah yang lebih tinggi,” kata Kabid Kebudayaan Disbudparpora Kulonprogo ini. Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Krissutanta mengapresiasi atas kegiatan tersebut. Acara itu mampu mengangkat kiprah para waria untuk masuk di dalam kehidupan masyarakat.
Harapannya, mereka bisa eksis dan membaur di masyarakat agar tidak menjadi kaum yang termarginalkan. “Potensi mereka ada dan ini bisa dikembangkan,” ujarnya. Salah seorang pemain Jaran Progresif, Tiara mengaku, selama sebulan dalam berlatih tidak banyak kendala yang dialami. Bahkan saat pentas pun dia cukup enjoyuntuk menampilkan tontonan kepada masyarakat. “Kalau ada event lain, kami mau-mau saja,” ungkapnya. (Kuntadi)
Sumber: koran-sindo.com