Suarakita.org- Suara Kita bekerja sama dengan Persatuan Priawan Indonesia mengadakan diskusi santai mengenai hormonal replacement teraphy atau biasa disebut terapi hormon. Selasa 17 Maret 2015, di Cikini Jakarta Pusat.
Hartoyo (Ketua Suara Kita) selaku moderator menjelaskan awal mula inisiasi diskusi ini. Bermula dari disebarnya tautan mengenai anak yang menderita CAH (congenital Adrenal Hiperplasia). CAH adalah kondisi kelainan pada kelenjar adrenal di mana kelenjar adrenal memproduksi hormon androgen secara berlebihan. Anak yang menderita CAH ini harus mengonsumsi hormon seumur hidup untuk menekan produksi androgen. Mengingat bahwa teman-teman transgender ataupun transeksual merupakan salah satu pelaku terapi hormon maka diskusi mengenai hormon ini menjadi penting. “Informasi ini penting bagi kawan-kawan”, ungkap Hartoyo.
Diskusi bertajuk Terapi Hormon dalam Isu Seksualitas dan Gender ini mengundang dr. Agustini Utari, dokter spesialis endokrinologi anak dari Universitas Diponegoro, Semarang-Jawa Tengah. Peserta diskusi datang dari berbagai kelompok baik itu dari kelompok LGBT maupun publik (mahasiswa dan umum).
“Diskusi ini tidak dalam konteks mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi lebih kepada berbagi informasi mengenai terapi hormon”, ungkap Hartoyo.
Diskusi diawali dengan penjabaran dr. Agustini Utari mengenai hormon. Bahwasannya hormon adalah zat biokimia yang mempengaruhi metabolisme atau kerja alat-alat tubuh dan hormon diproduksi oleh kelenjar endokrin. Setelah itu dr. Agustini Utari pun menampilkan gambar sistem endokrin pada manusia.
“Perkembangan organ reproduksi sangat kompleks. Tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh hormon tetapi juga kromosom,” kata dr. Agustini Utari.
Penjelasan dr. Agustini pun berlanjut kepada Disorder of Sex Development (DSD). Berdasarkan penjelasan dr. Agustini, DSD adalah kelainan bawaan di mana terjadi perkembangan kromosom, gonad (kelenjar kelamin – red) atau anatomi seks (organ kelamin – red) tidak sesuai dengan perkembangan normal. “Misalnya punya kromosom XX (kromosom perempuan – red) tetapi punya penis,” kata dr. Agustini.
Setelah itu, dr. Agustini menampilkan foto koran yang berjudu; Tiga Laki-laki Bersaudara Harus Minum Hormon Seumur Hidup. Ketiga orang tersebut, menurut dr. Agustini, mengalami Congenital Adrenal Hiperplasia (CAH). Di mana anak perempuan tapi tumbuh ke arah maskulin.
“Apa efek samping dari terapi hormon?” tanya Vina, aktivis Swara (Sanggar Waria Remaja).
“Yang perlu dipantau adalah kadar hormon jangan berlebih. Efek sampingnya bisa menimbulkan gangguan hati, gangguan pembuluh darah, ada efek samping lainnya namun mesti diteliti lebih lanjut yakni kangker, tapi itu mesti diteliti lebih lanjut. Sebaiknya mengikuti guideline (prosedur – red) dari endrokinologi dewasa”, ungkap dr. Agustini.
“Jadi kalau kadar hormon tidak berlebih tidak apa-apa ya Dok?”, timpal Hartoyo. Sang dokter pun mengangguk. (Teguh Iman)