Suarakita.org- Kehidupan warga Aborigin sudah cukup sulit di Australia. Kondisi lebih parah pun dialami oleh warga Aborigin yang gay dan lesbian.
Di saat Parade ‘Mardi Gras’, kalangan gay dan lesbian di Sydney bersiap menyambut hari-H, pada 7 Maret 2015. Peserta dari masyarakat Aborijin turut merayakan, meski komunitas mereka sendiri sering menjauhi karena orientasi seksual yang berbeda.
“Stigma menjadi warga Aborigin gay atau lesbian sangat berkesan mendalam bagi banyak orang dan ini bisa menyebabkan penganiayaan dan bahkan dalam kasus yang ekstrim, bunuh diri,” tulis ABC Australia, Sabtu (28/2/2015).
Hal tersebut dirasakan oleh Rosalina Curtis yang paham akan rasa sakit karena tumbuh dengan orientasi yang berbeda. Ia adalah ‘sistergirl’, warga Aborigin yang transgender, dan dibesarkan di komunitas Aborigin terpencil di Wilayah Utara Australia.
“Saya tahu bahwa saya berbeda dari orang lain pada usia yang sangat muda, saya tahu bahwa dalam diri saya adalah seorang gadis tapi saya terlahir berbeda, saya berpikir seperti seorang gadis,” cerita Curtis.
“Saya menyembunyikannya dari keluarga dan teman-teman, tapi ketika saya akhirnya terbuka, itu kepada ibuku,” ungkapnya.
Meskipun pada akhirnya Curtis mendapat dukungan dari ibunya, mayoritas ‘sistergirl’ tak mengalami penerimaan yang sama dari keluarga dan masyarakat.
Tingkat bunuh diri di antara kalangan warga Aborigin yang gay dan lesbian sangatlah tinggi. “Benar-benar sedih melihat ‘sistergirl’ dan ‘brotherboy’ muda bunuh diri karena mereka tidak diterima oleh keluarga dan teman-teman mereka, itu adalah sesuatu yang benar-benar perlu diperbaiki,” menurut Curtis.
Ia mengungkapkan, “Menjadi transgender kadang-kadang dianggap tabu dan banyak ‘sistergirl’ yang tumbuh di masyarakat tradisional seringkali dijauhi dan menjauh”. (FJR)
Sumber: metrotvnews.com