Search
Close this search box.

Politik Jeruk Makan Jeruk Di Pemilihan Komisioner Komnas Perempuan

Suarakita.org- Mekanisme pemilihan komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan; KP) periode 2015-2019 dipertanyakan oleh Masyarakat Sayang Komnas Perempuan (MSKP).

MSKP adalah jaringan individu dari berbagai elemen masyarakat yang sampai berita ini ditulis ada 54 orang pendukung dan terus menambah dukungan dari berbagai individu di seluruh Indonesia.

MSKP melalui surat tertanggal 14 November 2014, yang dikirimkan kepada Komnas Perempuan mempertanyakan tiga hal dalam mekanisme pemilihan komisioner KP ; 1. sistem transparansi publik terhadap proses pemilihan komisioner, 2. sejauh mana masukan publik dipertimbangkan dalam proses pemilihan dan 3. kriteria pemilihan panitia seleksi komisioner KP.

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2014/12/Surat-MSKP-Untuk-KP-27NOV.pdf”]

Tetapi dalam dialog MSKP bersama 5 komisioner KP periode 2009-2014 pada hari, Jum’at, 21 November 2014 muncul hal lain lagi yang dipersoalkan oleh MSKP, diantaranya meyangkut keterlibatan komisioner KP incumbent yang juga ikut menentukan pemilihan komisioner KP. MSKP meyebutnya sebagai praktek “politik jeruk makan jeruk”.

Atas dasar moral apa KP membolehkan incumbent ikut serta dalam sidang paripurna KP, ungkap Gayatri, salah satu anggota MSKP yang hadir dalam dialog tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Rumadi Ahmad, anggota Pansel periode 2009-2014 dalam komentar di akun facebook Hartoyo , bahwa sejak lima tahun lalu, ketika saya (Rumadi Ahmad -red) dan kawan-kawan ditugaskan menjadi Tim Independen, mekanisme pemilihan ini sudah kami persoalkan. Bukan semata persoalan normatif, tapi juga soal etis.

Menurut penjelasan Desti Murdijana, wakil ketua komisioner KP bahwa membolehkan incumbent punya hak suara, karena setiap komisioner punya hak yang sama sehingga tidak diboleh dikurangi. Selain itu juga ditambahkan komisioner lainnya, Sylvana Apituley bahwa sistem membolehkan incumbent memilih komisioner baru adalah sebuah proses yang panjang yang akhirnya sistem ini pilihan yang terbaik saat ini.

Proses seleksi komisioner KP bagi incumbent memang mengikuti proses sama dengan calon yang bukan incumbent, baik melalui seleksi administrasi, uji publik sampai ditentukan di sidang Paripurna. Semua proses itu dilakukan oleh Pansel kecuali penentuan saat paripurna.

Pansel pada periode kali ini sebagai ketua Sulistiowati Irianto (Ketua-akademisi), Makarim Wibisono (penggiat HAM international), Syamsiah Ahmad (mantan komisioner KP), Hermien Y Kleden (jurnalis) dan Uchikowati (survivor). Pansel sendiri dipilih oleh komisioner KP.

Dalam pemilihan KP periode 2015-2019, Pansel melaksanakan proses penyaringan dari awal sampai meyerahkan 30 calon komisioner dengan memberikan rekomendasi urutan 1-15 calon komisioner. Tetapi ke-15 calon hasil rekomendasi Pansel tidak mengikat untuk dipilih dalam sidang Paripurna. Karena menurut ketentuan AD/ART putusan akhir penentuan komisioner KP ada pada sidang paripurna yang semua anggotanya adalah komisioner KP, termasuk juga incumbent. Pada proses inilah yang menjadi titik kritis yang banyak diprotes oleh publik, termasuk oleh Pansel periode sebelumnya. Karena proses ini menjadi besar politik kepentingannya.

Sehingga sekarang hasilnya ada 4 orang dari 5 calon incumbent yang terpilih kembali menjadi komisioner KP, yaitu Sri Nurherawati, Saur Tumiur Situmorang, Masruchah ( wakil ketua KP ) dan Yuniyanti Chuzaifah (ketua KP). Selain itu ada 2 komisioner periode sebelumnya yang juga kembali terpilih, Irawati Harsono dan Nana Azriana. Sehingga ada 6 komisioner terpilih periode 2014-2019 sekaligus pernah menjabat periode sebelumnya. Berikut nama-nama komisioner KP periode 2014-2019 yang terpilih  dari proses yang dipertanyakan oleh MSKP.

Di dalam aturan AD/ART KP, menurut Andy Yentriyani (komisioner KP) bahwa setiap komisioner berhak dipilih kembali selama 2 kali, baik periode berturut maupun tidak. Di samping itu dalam AD/ART juga mengatur maksimal 1/3 komisioner yang pernah menjabat sebelumnya dari total komisioner terpilih untuk alasan keberlanjutan, ungkap beberapa komisioner. Tetapi kata maksimal dalam aturan tersebut menurut Andy tidak secara otomatis harus ada incumbent. Namun di  diskusi-diskusi sebelumnya aturan itu justru dipahami berbeda oleh ketua Pansel, Sulistiowati yang meyakini bahwa harus ada bagi incumbent untuk lolos dalam periode selanjutnya.

Tetapi apakah komisioner KP yang pernah menjabat itu khusus untuk incumbent masih belum jelas, karena AD/ART KP sendiri diakui oleh komisioner (Andy) tidak dapat diakses di website KP oleh publik.

Diakhir pertemuan disepakati bahwa Komnas Perempuan akan mempublikasikan perihal proses dan mekanisme pemilihan KP periode kali ini. Karena proses dan mekanisme yang dikritik oleh MSKP sebenarnya sudah diprotes pada masa pemilihan periode sebelumnya, 5 tahun yang lalu. Tetapi sayangnya proses dan mekanisme “politik makan jeruk” masih terus berlangsung, walau menurut Desty dan Silvana sudah beberapa kali dibahas dalam sidang Paripurna KP.

Seperti yang dituliskan oleh Rumadi Ahmad, anggota tim Pansel periode sebelumnya yang berharap bahwa proses dan mekanisme ini segera berubah menjadi lebih baik. Tentu harapan itu juga menjadi harapan publik sehingga KP akan tetap menjadi lembaga nasional hak asasi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, transparansi dan memenuhi rasa keadilan bagi publik. (Hartoyo)

 

Surat balasan dari Komnas Perempuan; Surat Terbuka Komnas Perempuan tentang Proses Pemilihan Anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan 2015-2019