Search
Close this search box.

Kelompok Mahasiswa Hukum UI Mendiskusikan Hak LGBT di Indonesia

Suarakita.org- Kelompok diskusi mahasiswa Fakultas Hukum UI, yang menamakan diri Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) mengadakan diskusi ilmiah yang dinamakan dengan Scientificfest. Tema diskusi kali ini bertema “LGBT : Antara Stigma dan HAM”, Kamis, 14.00.16.30 di Lobby FHUI.

Dalam diskusi yang dihadiri umumnya mahasiswa hukum UI, membahas tentang persoalan-persoalan LGBT diantaranya masalah hak mengadopsi anak, perkawinan sejenis sampai diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT di Indonesia.

Narasumber yang dihadirkan adalah Dhurandara Try Widigda (Dirketur LK2 FHUI) dan Efraim Jordi Kastanya (Wakil biro humas LK2 FHUI). Jadi kegiatan ini benar-benar di inisiasi oleh kelompok mahasiswa dan untuk mahasiswa, walau informasinya disebarkan kepada publik.

Dari hasil diskusi umumnya (umum semua peserta) sudah jelas bahwa kelompok LGBT memang harus dilindungi dan tidak boleh mendapatkan diskriminasi atas dasar apapun. Walaupun bentuk perlindungan dan hukum seperti apa yang harus diberikan kepada kelompok LGBT, itu yang masih banyak mendapatkan perdebatan di kelompok mahasiswa hukum sendiri. Misalnya salah satu narasumber menyatakan bahwa penting mendidik publik dulu sebelum dibuat kebijakan perlindungan bagi kelompok LGBT. Tetapi justru narasumber lainnya menyatakan bahwa perlindungan dalam bentuk kebijakan yang harus diutamakan, misalnya membuat UU penghapusan diskriminasi terhadap kelompok LGBT menjadi urgent diberikan.

Salah satu peserta menanyakan, mengapa kita harus membuat UU khusus bagi kelompok LGBT? Bukankah sudah ada aturan hukum pidana di Indonesia yang mengatur bahwa diskriminasi dan kekerasan pada siapapun tidak dibenarkan? Dan sudah jelas hukumannya. Kalau ternyata masih ada yang mendapatkan kekerasan, itu artinya yang masalah penegak hukumnya bukan hukumnya yang kemudian membuat kebijakan baru khusus bagi kelompok LGBT. Karena diskriminasi dan kekerasan bisa terjadi oleh siapapun, baik LGBT maupun LGBT, ungkap peserta tersebut. Tetapi salah satu narasumber menjelaskan, mengapa penting untuk membuat kebijakan khusus perlindungan bagi kelompok LGBT seperti juga pada UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena aturan selama ini tidak mampu menjawab kebutuhan khas, seperti kekerasan dan diskriminasi dari kelompok LGBT tersebut. UU yang ada selama ini tidak mampu memastikan kelompok LGBT terlindungi, sama seperti kekerasan dalam rumah tangga, maka perlu ada kebijakan spesifik soal itu.

Dari pengamatan Suara Kita (Toyo) yang hadir saat itu, umumnya mahasiswa sudah sangat baik dan jelas bahwa kelompok LGBT harus dilindungi dan dihormati sebagai manusia dan warga negara. Maka atas alasan apapun diskriminasi tidak dapat dibenarkan, inilah umumnya cara pandang kelompok mahasiswa tersebut. Menurut Toyo, ini sudah sangat baik sekali penulis sebagai modal awal untuk memperjuangkan bersama hak-hak LGBT di Indonesia. Tetapi memang, menurut Toyo, mahasiswa umumnya kurang dapat membedakan dan belum begitu jelas soal apa itu orientasi seksual dan identitas gender sebagai keberagama seksual. Sehingga pernyataan, normal-tidak normal masih muncul dan menjadi cara berpikir beberapa mahasiswa. Tapi saya pikir ini sebuah proses belajar dan sehingga dapat terus membangun dialog dengan mahasiswa dibeberapa kampus di UI khususnya.

Diakhir acara, beberapa mahasiswa menemui Suara Kita (Toyo) berdiskusi lebih dalam persoalan LGBT di Indonesia. Mereka umumnya sangat positif kepada isu LGBT dan mengajak Suara Kita bersama-sama membahas atau mengkaji isu-isu LGBT dengan mahasiswa hukum UI. Sebuah langkah awal yang harus terus menerus dikembangkan diberbagai fakultas di kampus UI, khususnya. (Hartoyo)