Suarakita.org- Diskusi Bertajuk Refleksi 16 Tahun Komnas Perempuan, Peran Strategis, Sinergi Bersama, dan Upaya Mengokohkan untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia, diselenggarakan oleh Komnas Perempuan di hari jadi lembaga bentukan pemerintah ini, Rabu 15 Oktober 2014. Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan menyatakan 16 Tahun Kiprah Komnas Perempuan masih terlalu prematur untuk mengurangi drastis kekerasan terhadap perempuan Indonesia. Perempuan masih dianggap sebagai second gender, dan masih banyak terjadi kekerasan berbasis budaya. Komnas Perempuan dalam sejarahnya menjadi momentum lahirnya komitment akan tanggungjawab negara atas kekerasan seksual yang menimpa perempuan Indonesia pada tragedi Mei 1998.
Setelah acara pembukaan, Acara dilanjutkan dengan diskusi panel dengan narasumber Rocky Gerung (Dosen UI), Hermien Y Kleden (Wartawati Tempo), Gusti Ganjeng Ratu Hemas (Anggota DPR RI dari DPD). Rocky Gerung berbicara tubuh perempuan sejak lahirnya mengalami ketidakadilan secara seksual, psikologis, dan ekonomi. Perlu usaha dari kaum perempuan itu sendiri dalam memperjuangkan hak-hak sebagai perempuan. Dalam perjalanan 16 tahun Komnas Perempuan diibaratkan seperti “merawat rahim perempuan” di ruang “rahim laki-laki” yang mendominasi hampir disemua sektor domestik, publik, dan tataran bernegara. Hermien menceritkan riwayat berdirinya Komnas Perempuan sebagai bentuk merebut ruang yang dikuasi patriarki, dan sejarah kekerasan 1998 sebagai tonggak sejarah bahwa perempuan mengalami kekerasan yang tidak dapat diampuni secara kemanusiaan. Sementara Ratu Kemas sebagai kapasitasnya anggota DPR RI, dari DPD mengharapkan sinergi dengan Komnas Perempuan akan terus berlangsung walaupun anggaran untuk Komnas Perempuan minim. Mengingat berbagai kebijakan baik di level nasional maupin propinsi masih banyak yang bias gender. Perlu adanya komunikasi dua arah antara Anggota DPR 2014-2019 dengan Komnas Perempuan guna memastikan adanya perspektif adil dan setara gender dalam kebijakan yang akan diambil pemerintah. Contohnya belum ada perempuan yang terpilih di posisi ketua/wakil ketua DPR. Kiprah Komnas Perempuan dalam melindungi kekerasan terhadap perempuan perlu mendapat apresiasi. Beliau juga menyinggung partisipasi perempuan di parlemen masih sangat sedikit dari kuato 30 % yang diamanahkan UU , dalam periode 2014-2019 anggota DPR hanya berjumlah 97 perempuan.
Kemudian diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab antara peserta diskusi dengan panelis, ada yang bertanya, usaha-usaha apa yang dilakukan Komnas Perempuan terhadap UU yang melanggengkan kekerasan, UU yang tidak adil , contoh poligami dan UU syariah di Aceh? Pihak Komnas Perempuan menjawab bahwa sekarang Komnas Perempuan sedang mengumpulkan datanya, dan ada beberapa yang sudah di review, dan bekerja sama dengan pembuat kebijakan atau legislatif bersinergi untuk mengurangi UU yang diskriminatif terhadap perempuan. (Yudi)