Search
Close this search box.

[CERPEN]: Teruntuk Jodoh Surgaku

Teruntuk Jodoh Surgaku

Oleh : Nico Ajah*

14 Februari 2010

“Frans, aku ingin katakan sesuatu.”

Gilang sembari meraih tanganku.

Aku gugup. Kaku. Tiada yang dapat aku katakan selain hanya berdiam diri. Jantungku berdegup kencang saat Gilang semakin erat menggenggam tanganku.

“Ya… Kamu mau ngomongin apa, Lang?”

Gilang tak menjawab. Malah semakin menatapku. Membuat hati ini seolah tak berkutik.

“Frans. Aku mencintaimu. Maukah kau jadi pacarku?”

Aku terdiam. Memanglingkan mata dari tatapannya.

“Kamu kenapa, Frans? Apa kamu nggak suka sama aku?”

“Bukan gitu, Lang. Tapi…”

Suaraku tertahan. Tak kuat tuk katakan jika aku juga sudah lama menyimpan rasa untuknya. Iya, cinta yang selama ini kupendam, yang tak berani kukatakan pada Gilang. Tanpa aku tahu bahwa Gilang juga menyimpan rasa yang sama.

“Sebenarnya. Aku juga mencintaimu, Lang. Sejak lama. Sejak pertama mengenalmu.”

Aku memberanikan diri untuk jujur. Pada Gilang. Pada diriku sendiri.

Tanpa basa basi Gilang meraih tubuhku dalam pelukannya.

Malam itu, dibawah gelap langit, resmi sudah aku dan gilang menjadi sepasang kekasih. Iya, kekasih yang mungkin tak wajar dimata orang lain. Saat malam Valentine 2010.

Berminggu. Berbulan. Bahkan bertahun kami lalui cerita ini. Kisah terindah yang baru pertama kali tergores dalam hidupku. Iya, Gilang adalah satu-satunya lelaki yang mampu menggetarkan rasa cinta di hatiku. Tak perduli dunia mengatakan apa tentang hubungan ini, yang aku tahu aku bahagia-inilah cintaku. Dan Gilang akan menjadi satu-satunya lelaki dalam hidupku. Aku berjanji.

14 Februari 2012

“Sayang. Ntar malam, jam 7 aku jemput ya.”

Begitulah pesan singkat yang muncul di layar ponselku, melalui Blackberry Massanger. Tidak terasa dua tahun kini usia hubunganku bersama Gilang, berlalu penuh kenangan.

“Oke.”

Hanya kata itu yang sempat aku tulis. Karena aku sibuk dengan urusan kampus, lagi pun aku tidak terlalu suka mengetik panjang dengan kata puitis.

Tiap menit berlalu. Entah mengapa hatiku gelisah sekali memikirkan Gilang. Ada yang berbeda denganku hari ini.

Aku pulang membawa kegelisahan itu. Ingin segera membuang kecemasan yang bersarang dalam sanubari.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Jarum jam tanganku menunjukkan pukul 7 malam.

Kemana mas Gilang. Kok, jam segini belum juga datang. Padahal janjinya jam 7, aku bergumam dalam hati. Cemas. Penuh tanda tanya dalam hati.

“Hmm, mungkin dia terjebak macet di jalanan.”

Aku Berusaha untuk positive thinking. Aku mencoba untuk tidak memikirkan kecemasanku seharian ini.

Sejam berlalu tanpa kabar dari Gilang.

“Sayang. Kamu dimana? Kok, jam segini belum juga jemput?”

Tiada balasan darinya.

Berulang kali aku telpon ke nomor ponselnya, tapi tiada jawaban yang kudapatkan dari sana. Aku benar-benar cemas. Hingga akhirnya kekhawatiranku terjawab.

“Selamat malam. Apa benar ini dengan Frans?”

“Iya. Saya sendiri. Maaf. Anda siapa, ya?

“Ini dari Rumah Sakit Medika. Memberitahukan bahwa saudara Gilang mengalami kecelakaan dan sekarang ada di Rumah Sakit.”

“Apa? Gilang….”

Tak dapat lagi kubendung air mata ini. Segera aku menuju Rumah Sakit, tempat dimana Gilang berada saat itu.

“Gilang. Gilang. Dimana Gilang?”

“Maafkan kami. Gilang sudah tidak ada.”

“Apa maksud, Dokter? Dimana Gilang?”

“Gilang disana” suster menunjukkan salah satu ruangan. Iya, ruangan tempat jenazah Gilang berbaring.

Aku tak percaya Gilang telah meninggal dunia.

Ku ayunkan langkah menuju ruangan itu. Aku dapatkan Gilang yang sudah terbaring tak bernyawa lagi.

Kuhamburkan tangis ini dalam pelukannya. Aku tak sanggup. Aku tak akan kuat menerima kenyataan pahit ini. Oh, Tuhan. Tidak pantaskah aku bahagia bersama orang yang aku cintai? Aku tahu cinta ini terlarang, inikah jalan-Mu Tuhan. Hatiku ingin berontak.

“Gilang. Bangun, Lang…”

“Maaf, Mas. Kami menemukan ini saat gilang kami tangani.”

Suster sembari menyodorkan sebuah kotak milik Gilang. Entahlah, apa isi kotak manis berwarna ungu itu. Aku tahu, itu warna kesukaan Gilang.

Kusibak air mata yang sedari tadi membasahi pelupuk bening ini. Kemudian membuka kotak itu. Mungkin itu sebuah hadiah perpisahan darinya.

Sebuah kalung liontin dan sepucuk kertas yang kutemukan.

 

Happy Anniversary Sayang.

I’ll always love you. Forever.

                                                                                                                                                             

                                                                                                                                                                    Gilang.

 

Kata itu yang tertulis di dalamnya. Kata yang membuatku semakin terisak disamping jasadnya.

“Kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Gilang…”

 

***

14 Februari 2014

Dear Kekasihku di Surga

Kutahu engkau selalu bahagia disana. Gilang, aku selalu merindukanmu disini. Berharap kau juga merindukanku.

Meski sudah empat tahun kisah kita telah berlalu. Kenangan tentangmu tak akan pernah terlupakan. Hingga detik ini.

Cerita tentang pagi yang pernah kau goreskan tiga tahun lalu. Cerita kepergianmu yang hingga saat ini membuatku perih, Gilang. Semua masih tersimpan rapi disudut hati ini.

Happy 4th Anniversary, Gilang.

Tak akan pernah ada lagi, cinta selain cintamu.

Meski kau bukan jodoh duniaku. Aku yakin kau adalah jodoh surgaku.

Aku percaya, cintamu ‘kan abadi disana. Untukku.

Setialah menantiku, di surga.

                                                                                                                                                                                           

                                                                                                                                                                                       Frans.

 

*Penulis adalah mahasiswa FISIP  Univeristas Tanjung Pura Kalimantan Barat.

 

Bagikan