Suarakita.org- 27 September di sekretariat Suara Kita Kalibata, kedatangan dua orang istimewa yang menjadi saksi hidup apa yang terjadi di sekitar tahun 1965. Siapa yang tidak kenal dengan peristiwa yang melibatkan PKI dengan rezim pemerintahan saat itu?
Hampir semua angkatan 90-an pernah merasakan bagaimana berbagai institusi bergeriliya menayangkan film yang memperlihatkan betapa kejamnya para anggota PKI terhadap para Jendral di setiap peringatan G30S/PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia). Namun, apakah semua yang ditayangkan adalah sebuah kebenaran? Nah, di hari Sabtu 27 September 2014. Suara Kita mengundang Ibu Mujiati (penyintas tahanan Plantungan) dan Bapak Putu Oka Sukanta (penulis, ex-tahanan politik 1965) untuk berdiskusi bersama mengenai pengalaman mereka menjadi tahanan pada saat itu.
Film ini lebih fokus menceritakan mengenai para Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia; simpatisan PKI) yang ‘dibuang’ ke daerah Plantungan, Sukorejo, Jawa Tengah. Plantungan sebelumnya dikenal sebagai daerah isolasi untuk para pengidap lepra. Namun kemudian di rezim orba daerah tersebut ‘disulap’ menjadi saksi bisu penahanan dan pelanggaran hak asasi terhadap perempuan-perempuan yang menjadi simpatisan PKI. Di dalam film ini di perlihatkan bagaimana para perempuan-perempuan perkasa harus mengahadapi kekerasan psikis hingga kekerasan seksual yang dilakukan aparat keamanan. Perempuan-perempuan tersebut, termasuk Ibu Mujiati, harus tinggal di rumah tinggal yang juga ditinggali oleh banyak ular dan kalajengking. Rasa miris dan pedih tergambar dari raut wajah para ex-simpatisan PKI ini saat disuguhi pertanyaan mengenai pengalaman masa lampaunya.
Film pun selesai diiringi dengan tepuk tangan meriah dari seluruh peserta, sekitar pukul 17.30 waktu setempat. Diskusi yang dihadiri sekitar tujuh belas orang ini mengundang pernyataan dan pernyataan. Bahkan salah satu peserta diskusi hampir menangis dan terbata bata saat mengungkapkan kekagumannya terhadap perjuangan para Gerwani termasuk Ibu Mujiati saat menceritakan mengenai bagaimana ia harus mengakui kepada anaknya bahwa orang tuanya adalah mantan PKI. Pada intinya kegiatan pemutaran dan diskusi film kali ini membuat peserta yang hadir tertegun dan acap kali berdecak saat melihat kebenaran yang sengaja ‘disembunyikan’ tangan-tangan penguasa pada rezim saat itu.(Nursyafira Salmah)