Search
Close this search box.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/74/LGBT_flag_map_of_Thailand.svg/234px-LGBT_flag_map_of_Thailand.svg.png
http://upload.wikimedia.org

Suarakita.org- Sebuah laporan bertajuk Being LGBT in Asia mengungkapkan bahwa kelompok LGBT di Thailand masih menghadapi stigma dan peluang kerja untuk mereka terbatas meskipun penampakan eksistensi LGBT cukup tinggi di masyarakat yang secara umum cukup toleran tersebut.

Laporan yang dibuat oleh US Agency for International Development (USAID) dan United Nation Development Programme (UNDP) menemukan bahwa walau otoritas pariwisata Thailand sangat gencar mempromosikan Thailand sebagai tujuan wisata yang ramah terhadap LGBT namun penerimaan LGBT di masyarakat masih rendah.

Luc Stevens, Koordinator UN dan perwakilan UNDP untuk Thailand mengatakan Thailand adalah satu dari sedikit Negara yang ada si Asia Pasifik di mana komunitas LGBT nampak secara jelas. Meskipun begitu penampakan tidak selalu memiliki makna, “But visibility does not always translate to equality”, ungkapnya.

Berdasarkan laporan itu, ada pembatasan akses ke pendidikan untuk kelompok LGBT dan bullying berbasis SOGIE sangat jamak diterima LGBT Thailand.

Ada tekanan yang sangat kuat untuk menjadi warga yang baik dan menempatkan kepentingan keluarga di peringkat pertama, hal ini pun diperparah oleh anggapan bahwa seksualitas atau gender tidak boleh bertentangan dengan norma yang bisa membawa malu kepada diri keluarga sendiri atau keluarga orang lain.

Laporan itupun menyoroti kelompok transgender yang tidak bisa mengganti gender mereka pada kartu tanda penduduk. Kelompok waria pun kerap dipaksa masuk ke kemiliteran.

Kelompok LGBT di sana pun harus menghadapi diskriminasi di tempat kerja, termasuk tidak dipromosikan atau dipecat dari pekerjaan mereka setelah mengungkap orientasi seksual atau identitas gender mereka. Kelompok transgender menjadi kelompok yang terpinggirkan. Peluang kerja mereka sangat sedikit.

Meskipun konstitusi Negara melanrang diskriminasi warga Negara berbasis apapun, namun tidak ada aturan yang mengakui relasi LGBT, baik itu pernikahan maupun posisi LGBT ketika menjadi orangtua.

Penjabaran laporan tersebut ditolak oleh Natee Teerarojjanapong, Presiden dari The Gay Political Group of Thailand. Dia megatakan pada The Bangkok Post bahwa laporan itu hanya melihat di satu sisi.

Dia berargumen bahwa eksistensi LGBT di Thailand makin nampak dan tidak dianggap aneh. Dia juga menjabarkan bahwa banyak karakter gay dan lesbian di televisi yang mengindikasikan bahwa kelompok LGBT diterima, “There is no discrimination here”, ungkapnya.

Laporan ini juga dilakukan di Kamboja, China, Indonesia, Mongolia, Nepal, Filipina dan Vietnam.  (Gusti Bayu)

Sumber : Gay Star News