Search
Close this search box.

Neng Dara : Tuhan menciptakan alam dan seisinya dengan cinta, termasuk LGBT

Suarakita.org– Indonesia merupakan mayoritas muslim terbesar di dunia, dan kelompok LGBT muslim menjadi bagian dari populasi Indonesia tersebut. Stigma dan diskriminasi mengatas namakan agama kerap diterima oleh kelompok LGBT.

Atas dasar itulah Suara Kita menyelenggarakan kegiatan yang diberitajuk “Ramadhan Rainbow: Bolehkah Cong Berpuasa”. Jumat 11/07/2014. Bertempat di Sekretariat Suara Kita dengan mengundang pembicara Dr. Neng Dara Afifah (Komisioner Komnas Perempuan).

Kegiatan ini dihadiri oleh komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender, dan juga beberapa mahasiswa. Sebuah pertanyaan diajukan oleh Arif seorang mahasiswa Universitas Indonesia “saya seorang gay, bukanya saya tidak berminat menjalankan puasa, sampai kini agama tidak pernah ramah akan gay, jadi saya ragu apabila saya berpuasa dan tentunya akan sia-sia karena beragama saja gay tidak mendapatkan tempat apalagi berpuasa”.

Neng Dara menjawab “apabila kamu menyakini agama islam menjadi agamamu, mestinya berpuasa wajib kamu jalankan. Terkait dengan kebingunganmu menjalankan agama dan orientasi seksual, saya hanya ingin mengaskan bahwa tuhan menciptakan alam dan seisinya dengan cinta, termasuk dengan orang-orang yang memiliki orientasi seksual berbeda. jadi percayalah bahwa jika kamu melakukan sesuatu dengan cinta pasti Tuhan juga akan melimpahkan rahmatnya kepada orang-orang yang selalu menjalankan hidup dengan cinta”. dan Neng Dara menautkan jawabannya dengan tema diskusi “Bolehkah Cong berpuasa?, dengan senyuman Neng Dara menjawab, “Ya…boleh lah”.

“kebingungan” yang dialami oleh Arif bukanlah topik yang baru dalam komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender LGBT. Menjalankan ibadah kerapkali menjadi sebuah dilema apabila orang-orang dengan orientasi seksual berbeda hendak menjalankan ibadah menurut keyaninan agamanya.

Suasana diskusi Ramadhan Rainbow di sekretariat Suara Kita. Foto: Dok Suara Kita/Yatnapelangi)
Suasana diskusi Ramadhan Rainbow di sekretariat Suara Kita. Foto: Dok Suara Kita/Yatnapelangi)

“kebingungan” tidak hanya muncul dari komunitas gay tapi juga muncul pada komunitas waria. misalnya waria ketika beribadah mengenakan mukena atau sarung ketika beribadah? Begitu bagaimana perlakuan publik ketika harus sholat berjamaah di Mesjid, masuk kelompok laki-laki atau perempuan?

Ada banyak pertanyaan yang dialami LGBT dan kebutuhan spiritualitas yang cenderung tidak tercukupi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka dalam menjalankan ibadahnya sebagai muslim. Tentu bukan hanya pada kelompok LGBT yang masih kurang pengetauan, tokoh-tokoh agama juga masih belum familiar terhadap isu ini walau mulai ada beberapa tokoh agama Islam khususnya mau mendiskusikan persoalan ini dalam konteks yang lebih terbuka.

Padahal kelompok agama masih menganggap homoseksual sebagai pendosa dan penyakit, padahal dalam didalam Diagnosa Syndrom Manual IV, WHO, dan Asosiasi Psikatri Amerika juga telah menegaskan bahwa homoseksual bukan lagi sebagai bentuk perilaku menyimpang dan atau kelainan jiwa. Homoseksual, Waria merupakan bagian dari keberagaman orientasi dan identitas manusia yang tidak bisa lakukan disebut penyakit yang harus disembuhkan. Karena ini merupakan bagian dari keberagama manusia, maka hasrat untuk beribadah sebagai manusia bagi kelompok LGBT bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diketahui sebagai umat yang beragama.(Suara Kita)