Suarakita.org- Lebih dari dua puluh calon Romo (Frater) hadir berdiskusi bersama Hartoyo, direktur Suarakita dan Yulianus Rettoblaut ketua Forum Komunikasi Waria di Asrama Xaverian, Jakarta. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin membangun kesadaran Frater agar lebih sensitive lagi akan keadaan kelompok minoritas khususnya LGBT.
Dalam acara yang berlangsung 10 Juni 2014 ini menceritakan tentang pengalaman dua aktivis LGBT akan orientasi seksualnya. Yulianus mengungkapkan pengalamannya sebagai seorang waria dari Maluku Utara yang hijrah ke Jakarta karena mendapatkan diskriminasi dari keluarga. Sesampai di Jakarta waria yang akrab disapa Mami Yuli ini juga mendapatkan diskriminasi karena penampilannya yang jauh dari “cantik” dan dianggap waria tidak layak mangkal. Mami Yuli juga sempat beralih profesi menajdi gangster yang sampai akhirnya memutuskan untuk memperjuangkan hak-hak waria dengan membantu pendidikan berwira usaha dengan dibantu beberapa gereja di Jakarta.
Hartoyo, direktur Suarakita juga berbagi kisah hidupnya sebagai seorang homoseksual. Dimana Toyo, panggilan akrabnya dibesarkan dari keluarga islam yang fundamentalis sehingga menjaga jarak orang dengan keyakinan yang berbeda. Jarak tersebut mulai memudar disaat Toyo bekerja di LSM Heiver yang focus memberdayakan petani di Indonesia. Tasir agama islam yang melarang homoseksual sempat membuat pergulatan batin Toyo.
Setelah sesi diskusi Joni, salah satu frater berpendapat waria yang penampilannya feminine bisa diubah menjadi rambut pendek seperti laki-laki, disini Hartoyo mengajak para pastor untuk mendalami lagi teologi dan filsafat dari pemikiran postmodern yang mempertanyakan kembali tentang konstruksi gender bahwa pakaian tidak berkelamin setiap orang memiliki hak untuk berekspresi. Dalam diskusi yang berlangsung tanggal 10 Juni 2014 ini juga mengisahkan berbagai diskriminasi yang terjadi pada waria dan gay di Indonesia. (Rikky)