Suarakita.org- Data membuktikan bahwa regulasi intoleran terhadap LGBT lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.
Meningkatnya jumlah produk hukum yang intoleran terhadap LGBT di dunia menarik perhatian media internasional akan dampak dari homofobia yakni aksi kekerasan. Dengan laporan-laporan pelecehan, penangkapan dan target pembunuhan yang ditujukan pada kelompok lesbian, gay transgender dan biseksual ini merupakan konsekuensi langsung dari produk hukum tersebut yang telah dibuat.
Saat beberapa pemimpin dunia, termasuk Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki Moon dan Sekretasis Negara Amerika Serikat (AS) John Kerry, sering mengutuk undang-undang tersebut, beberapa kali mengeluarkan pendapat pada isu ini dalam kerangka moral atau hak asasi manusia. Namun posisi moral ini malah mendorong pemimpin-pemimpin lainnya untuk mempertahankan produk hukum intoleran mereka atas dasar kedaulatan dan nilai-nilai budaya, memantik perang budaya yang terbukti tidak efektif dalam meyakinkan pemerintahan untuk mencabut regulasi intoleran tersebut.
Kajian akademik terkini menggunakan sumber dan metodologi terbaru, menekan argumen moral masa lalu mengenai homoseksualitas untuk memperlihatkan bentuk dari stigma struktural—norma budaya yang tidak toleran terhadap LGBT dan hukum-hukum yang membidik minoritas seksual — mungkin telah menyebar, berdampak sistemik pada masyarakat yang sekilas tidak terlalu terlihat nyata. Kajian-kajian ini memperlihatkan bahwa homofobia dapat secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi dan bahkan bisa merusak kesehatan.
Data para ilmuwan dan ahli ekonomi bersatu pada diskusi panel Bank Dunia baru-baru ini untuk menjawab pertanyaan ini. Mereka menekankan pentingnya memiliki data untuk mendukung argumen bahwa hak-hak kelompok LGBT tidak hanya masalah moral melainkan juga masalah stigma struktural yang dapat menggerogoti pertumbuhan ekonomi. Pada acara tersebut ahli ekonomi dan aktivis terkemuka M.V. Lee Badgett mempresentasikan temuan awalnya di kasus kajian dampak homofobia terhadap ekonomi di India. Badgett memfokuskan pada pengucilan sosial terhadap kelompok LGBT— melalui pemenjaraan, pemecatan hubungan kerja, pelecehan di sekolah atau pemaksaan pernikahan — kemudian dia memproyeksikan bahwa homofobia membuat India mengeluarkan uang sebanyak 30,8 miliar US Dollar per tahun atau setara dengan 1,7% dari gross domestic product negara itu. Ini adalah fenomena gunung es, biaya real-nya mungkin lebih besar.
Dampak dari homofobia terhadap perekonomian suatu negara tidak mudah untuk dimodelkan dan metode analisis terkini belumlah lengkap dikarenakan masih kurangnya kajian penelitian. Usaha untuk menutupi celah data dengan kajian sebagaimana dilakukan Badget harus terus dilakukan untuk menyingkap secara lengkap berapa economic cost dari homofobia.
Keuntungan dari pencabutan undang-undang yang intoleran terhadap kelompok LGBT dan penghapusan homofobia tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga berdampak pada peningkatan kesehatan komunitas seksual minoritas di AS.
Sebuah kajian baru yang dipublikasikan dalam Social Science and Medicine memperlihatkan sebuah korelasi yang kuat antara lokasi berprasangka buruk terhadap kelompok LGBT dengan angka kematian di kelompok minoritas seksual AS. Undang-undang yang tidak ramah terhadap kelompok LGBT, misal, undang-undang yang melarang pernikahan sejenis akan dapat memperpendek umur. Meskipun dalam penelitian ini tidak detail menyebutkan contoh kasus atau lokasi secara spesifik namun penelitian ini menyediakan sebuah metodologi untuk mengaitkan prasangka buruk dengan mortalitas. Penentuan data ini memperjelas bahwa bunuh diri, pembunuhan dan penyakit kardiovaskular pada intinya meningkat di antara seksual minoritas di komunitas yang memiliki prasangka buruk tinggi akan LGBT.
Karena instansi pemerintah masih tidak bergeming dengan argumentasi moral dalam mendukung keadilan sosial bagi LGBT, menunjukkan dampak yang lebih nyata dari produk hukum yang intoleran terhadap kelompok LGBT— termasuk mereka yang menyoroti dampak pada ekonomi dan kesehatan— akan menarik kepada para pemerhati umum sekaligus aktivis.
Menunjukkan dampak dari homofobia secara kuantitatif akan membuat para penentu kebijakan, ahli ekonomi dan pemimpin dunia menyadari bahwa produk hukum yang intoleran terhadap kelompok LGBT pada akhirnya lebih banyak membawa mudharat ketimbang manfaat kepada kelompok LGBT dan masyarakat umum. (Gusti Bayu)
Sumber : www.advocate.com