Suarakita.org – Pada prinsipnya Firli berteman dengan sama siapa aja tanpa memandang orientasi seksual. Namun pada awalnya secara pribadi Firli sempat menilai secara heteronormatif, dimana homoseksual dianggap tidak normal. Sewaktu 17 tahun sempat bilang “gay itu kan tidak normal”, kemudian ada teman yang tersentak bertanya kenapa tidak normal? Kemudian dirinya sadar kalau telah salah ngomong.
Sensitivitas Firli akan keberagaman seksualitas semakin menguat ketika kejadiaan naas yang melukai sahabatnya, seorang lesbian yang mendapat diskriminasi dari keluarga pasangannya sendiri. Dia dipermalukan di tempat publik, dan tidak boleh ketemu pasangannya karena dikurung dirumah. Firli menilai kejadian ini lebih menyakitkan dibandingkan negara melahirkan undang-undang yang mendiskriminasi terhadap homoseksual. Karena pelakunya adalah sosok yang terdekat, yaitu keluarganya sendiri. Padahal Firly menilai sahabat lesbiannya adalah orang yang luarbiasa baik sekali, salah satu individu terbaik yang pernah ia kenal. “Melihatnya disakiti juga melukai perasaan saya”. Menurut firly tidak ada orang yang berhak disakiti seperti sahabat firly.
Dalam perjalanannya mendalami hak asasi manusia, penulis buku “The O Project” ini belajar bahwa manusia tidak boleh di diskriminasi atas dasar apapun selama tidak mengganggu publik. Saat itu secara publik Firli mengakui, namun secara personal masih ada perjalanan lagi dalam menerima LGBT. 5 Tahun terakhir Firli belajar tentang feminisme dan seksualitas sehingga saat ini sudah sangat memahami seksualitas itu beragam dan tidak ada yang salah. Ditambah lagi ketika Firli belajar di belanda tentang Histography of Feminism. Dan sejak SMA sampai saat ini Firli butuh waktu 20 tahun untuk betul-betul terbuka.
Selama berteman dengan lesbian, tidak sama sekali Firli merasakan adanya pelecehan. “Gue malah kepingin cobain dengan perempuan, cuma gak ada yang tertarik aja sama gua“, canda Firli.
Untuk menepis pandangan masyarakat yang takut pada LGBT, Firly merespon dengan candaan, “kalau ada yang suka sama loe harusnya loe bersyukur ada yang sukain, atau Ge’er banget sih loe, emang lesbian langsung naksir loe”. Firli memilih tidak merespon respon frontal karena tidak semua orang memiliki kesempatan belajar akses informasi akan pendidikan seksual. Dan merasa kasihan apabila ada orang yang hidup tumbuh di keluarga yang tradisional. “Saya juga butuh 20 tahun untuk sampai ke titik ini”.
Di akhir pembicaraan Firli berpesan ke masyarakat agar tidak mendiskriminatif LGBT, “Yang namanya perasaan, suka, cinta atau hasrat itu kan datangnya dari tuhan. Kalau misalnya kita nolak itu artinya kita menolak keberadaan tuhan juga. Jadi biasa aja lah”. (Rikky)