Suarakita.org- Bertepatan dengan Hari Melawan Sensor Cyber Sedunia, DW menengok segelintir negara yang lama bergelut dengan isu ini. Pengguna internet di Iran dan Cina bertahun-tahun menyadari mereka diawasi.
Pembeberan aktivitas NSA oleh Edward Snowden memperjelas kepada warga dunia bahwa komunikasi digital mereka dilacak dan disimpan oleh badan mata-mata Amerika tersebut.
Itulah mengapa NSA dan mitranya di Inggris, GCHQ, termasuk dalam daftar Musuh Internet 2014 yang dirilis hari Rabu (12/3) oleh Reporter Lintas Batas.
“Metode pengawasan massal yang digunakan NSA tidak dapat ditoleransi karena mereka akan digunakan dan sudah digunakan oleh pemerintahan di Iran, Cina, Turkmenistan, Arab Saudi dan Bahrain untuk membenarkan pelanggaran mereka terhadap kebebasan informasi,” demikian tertulis dalam laporan. “Bagaimana bisa negara-negara demokratis menuntut perlindungan terhadap jurnalis apabila mereka sendiri mengadopsi praktek yang dikritik dari rezim otoriter?”
Dalam laporan, Amerika Serikat dan Inggris berdampingan dengan rezim di Teheran dan Beijing, yang sudah lama dihujani kritik internasional karena praktek sensor dan pengawasan di internet.
Iran: Fluktuasi pada permukaan
Meski Presiden Iran Hassan Rouhani memberi sedikit pelonggaran, pihak berwenang di Iran terus mengembangkan ‘internet nasional’ – disebut ‘internet halal’ – yang akan memutus akses terhadap materi yang dianggap tidak dapat diterima, diungkapkan melalui laporan tersebut.
“Terjadi fluktuasi pada permukaan, termasuk Presiden Rouhani yang menggunakan Twitter, namun masalah yang mendalam masih tetap ada,” kata Arash Abadpour, seorang blogger Iran yang bermukim di Toronto, kepada DW. “Rezim yang memfilter adalah kenyataan. Internet nasional semakin mendekat, dan masih ada kriminalisasi terhadap aktivitas online.”
Cina: Sensor diri menjadi norma
Jaringan nasional di Iran, yang menyediakan layanan bagi Iran tanpa menghubungkan mereka ke jaringan internet global, dapat dikembangkan berkat bantuan otoritas internet Cina yang bertanggung jawab dalam menciptakan Firewall Raksasa, yang bertahun-tahun menyensor atau memfilter materi online dari pengguna internet di Cina.
Di tengah terus tumbuhnya lalulintas data internet, pemerintah Cina tidak mempunyai sumber daya untuk memonitor seluruh aktivitas internet, sehingga sensor diri menjadi begitu penting bagi Beijing, menurut Hu Yong, seorang kritikus media dan anggota juri The Bobs.
“Ancaman ditutup – entah bisnis secara keseluruhan, atau produk dan layanan tertentu – mendorong perusahaan internet di Cina untuk mengerahkan pekerja, dan juga algoritma penyaringan yang canggih, untuk memenuhi syarat sensor diri,” jelas Hu kepada DW, sembari menambahkan bahwa pemerintah Cina juga memberitahu perusahaan internet apa saja kondisi, informasi dan konten yang harus dihapus atau dilarang dari layanan mereka.
Kekuasaan tak terkendali
Selain memiliki sistem sensor internet yang paling canggih, Reporter Lintas Batas juga menyebut Cina sebagai penjara terbesar bagi aktivis online – dengan “sedikitnya 70 penyedia informasi online sekarang mendekam di penjara karena aktivitas internet mereka.”
We Fight Censorship, sebuah proyek dari Reporter Lintas Batas, mencantumkan 166 aktivis online yang di penjara di berbagai penjuru dunia – plus tiga lainnya yang tewas tahun ini. Statistik semacam ini menjadi alasan bagi Komisi Perlindungan Jurnalis memasukkan ruang cyber ke dalam ‘Daftar Risiko’ di mana kebebasan pers paling terancam.
Sumber : dw.de