Suarakita.org- Seorang remaja putri Jerman melarikan diri ke Suriah untuk menikahi pejuang Muslim. Fenomena semacam itu belakangan mulai merebak di Jerman. Kelompok teroris pun memanfaatkan para “mujahidah” untuk menyusup ke Eropa.
Ketika seorang bocah perempuan berusia 16 tahun melarikan diri dari orangtuanya buat menikahi seorang jihadis di Suriah, maka Jerman sudah masuk dalam bidikan kelompok teroris, begitu kesimpulan sebuah lembaga keamanan pemerintah di Berlin.
Kasus tersebut menimpa keluarga seorang warga Konstanz, di selatan Jerman. Sang ayah yang berasal dari Aljazair dan ibu berdarah Jerman, sempat menyangka anaknya diculik atau menjadi korban tindak kriminal.
Belakangan ketahuan, putrinya yang sedang duduk di bangku sekolah menengah atas itu memalsukan surat kuasa untuk bisa berpelesir ke luar negeri tanpa wali. Ia disebutkan meninggalkan Jerman dari Stuttgart menuju Turki, untuk kemudian ke Suriah dengan mengambil jalan darat.
Peran Pembantu untuk Perempuan
Kasus dari Konstanz itu mencerminkan perkembangan terbaru di jantung Eropa. Belakangan semakin banyak remaja putri Jerman yang pergi ke Suriah untuk “berjihad,” menikahi seorang jihadis dan menjadi janda seorang syahid.
Menurut Badan Perlindungan Konstitusi Jerman (BfV), sekitar 300 mujahid Jerman saat ini berada di Suriah, di antaranya 20 orang perempuan yang berangkat “dengan motivasi ingin berjihad”.
Perempuan dinilai mulai mengambil alih peran penting dalam perang di Suriah, terutama untuk propaganda, mengumpulkan sumbangan, logistik dan membangun jaringan. “Perempuan muslim membidik peran pembantu,” kata seorang perwira BfV. “Kasarnya mereka adalah Cheerleader untuk para jihadis.”
Melalui Media Sosial
Fenomena tersebut mulai menunjukkan gejalanya di media-media sosial, seperti Facebook. “Kebanyakan laki-laki bukan lagi pria sejati. Mereka berjihad di atas sofa kulit di depan televisi,” tulis seorang pengguna di sebuah halaman Facebook.
Sebaliknya laki-laki yang berangkat ke Suriah untuk berperang, diagungkan layaknya pahlawan. “Ia adalah singa untuk ummat,” tulis seorang perempuan mengomentari gambar pejuang muslim yang tewas di Suriah. “Di mana singa lain yang mengikuti jejaknya? Di mana para pria sejati itu?”
Lembaga Perlindungan Konstitusi Jerman menyebut fenomena tersebut sebagai “nikah jihad”. “Kami bahkan menemukan pernikahan lewat Facebook,” kata salah seorang perwira BfV. Lembaga itu mencurigai, kelompok teror sengaja membidik perempuan berkewarganegaraan Jerman untuk dijadikan pintu masuk ke Eropa.
Taktik semacam itu biasanya berhasil, karena undang-undang membolehkan suami mengikuti isteri untuk tinggal di wilayah Jerman. BfV menduga, sebagian aktivitas sumbangan humaniter sebenarnya dijajadikan ajang perekrutan atau untuk mencari jodoh. Minggu (2/3) ini misalnya sebuah Mesjid di Berlin mengadakan kegiatan serupa, dan benar saja, acara itu “cuma untuk perempuan”.
Sumber : dw.de