Suarakita.org- Bila hanya ingin mencicipi nikmatnya beragama, apakah harus ditentukan oleh jumlah angka?
Minggu , 30 Maret 2014, terik matahari tidak menyurutkan semangat jemaat Gereja HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin untuk menjalankan kebaktian bersama di depan istana Negara. Aksi yang rutin dilakukan dua minggu sekali ini merupakan bentuk protes atas ditutupnya gereja mereka. “Ada yang salah dalam kebebasan beragama di Indonesia”, ungkap Palti Panjaitan, pendeta HKPB Filadelfia.
Di dalam khotbahnya, pendeta Palti mengingatkan umat Kristiani agar selalu menganalisa dalam tiap pilihan. Ungkapan ini merupakan sorotan pendeta Palti atas momentum pemilu Indonesia 2014. “Jangan hanya karena ada kesamaan suku dan agama, kita langsung pilih tanpa menganalisa”, ungkap pendeta palti.
Pendeta Palti pun menyebutkan bahwa tahun ini adalah tahun penentuan, apakah kondisi Jemaat akan berubah atau sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya.
Aksi kebaktian di depan istana Negara yang sudah memasuki tahun ketiga ini menyisipi pesan lain selain kebebasan beragama, yakni kebebasan Satinah. Buruh migran perempuan Indonesia di Arab Saudi yang sedang menunggu eksekusi. Satinah yang dituduh melakukan pencurian dan pembunuhan atas majikannya itu divonis mati. Untuk menganulir vonis mati tersebut, Satinah wajib membayar uang diyat sebesar 7 juta riyal atau setara dengan 20 miliar rupiah. Jemaat ini pun menggalang dana pada kebaktian kali ini sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan dan solidaritas sesama anak bangsa.
Kebaktian berlangsung selama dua jam. Setelah kebaktian selesai, jemaat tetap berkumpul untuk menyanyikan lagu nasional, Indonesia Raya. Uang yang terkumpul di serahkan kepada Andi Yetriani, Anggota Komisioner Komnas Perempuan, yang kemudian akan diserahkan kepada teman-teman aktivis buruh migran. (Gusti Bayu)