Suarakita.org- Pada tanggal 6 Februari 2014, Perkumpulan Suara Kita diundang @America, Pasific Place untuk mengikuti workshop jurnalistik dengan tema “Citizen journalism with Freida Mock, Hanung Bramantyo and Parwez”. Disini ada lebih dari 20 teman-teman LGBT yang turut serta.
Freida Mock, peraih penghargaan bergengsi Academy Award memberikan alasannya memproduksi film dokumenter karena ingin menunjukkan fakta yang sesungguhnya. Menurut Freida, untuk era saat ini yang cukup canggih, masyarakat dengan mudah membuat jurnalisme warga. Contohnya saja fenomena Arab spring dimana masyarakat membangun solidaritas dengan menggunakan handphone murah untuk bersuara.
Berbeda dengan Freida, Hanung justru mengutarakan pendapatnya akan kondisi perfilman di Indonesia yang sangat menyesuaikan selera pasar. Ketika ingin menggunakan layar bioskop untuk informasi publik yang luas akan ada banyak hambatan. Seperti halnya pelarangan produksi film 9 reason yang akan menceritakan tokoh Soekarno dengan istri sembilan. Menurut Hanung, hal Ini bukanlah wajah demokrasi
Sutradara film ternama Indonesia ini juga menyinggung tentang kondisi film Indonesia yang menyuarakan kondisi negara dengan sangat detil lebih dihargai di luar negaranya. Hal serupa juga terjadi dalam film Soekarno. Hanung juga menceritakan beberapa filmnya yang mendapat penolakan seperti film Cinta Tapi Beda mendapat kontroversi. “Jadi tidak heran Film nasional hanya berisi tentang cinta-cintaan dan horor semata”, ungkap Hanung.
Disini, Freida menampilkan beberapa film karya jurnalisme warga yang sempat masuk festival film di dunia seperti Cannes dan Academy Award. Maka dari itu, jurnalisme warga sangat efektif sekali dalam menegakkan hak asasi manusia. Teman-teman jurnalist bisa merekam dengan sangat bebas, dan jurnalis bisa dilindungi undang-undang pers. (Rikky)