Suarakita.org- Sekelompok perempuan yang tergabung dalam Relawan Kawanku Jakarta menggelar aksi di depan Markas Besar Kepolisian Indonesia, 8 Februari 2014, menuntut respon cepat kepolisian dalam menindak pelaku perkosaan.
Seperti tertera dalam siaran pers-nya, Relawan Kawanku (Relawan Jakarta Melawan Kekerasan Seksual) menilai kepolisian lamban dalam menangani kasus-kasus perkosaan. Kasus RW yang diperkosa oleh budayawan Sitok Srengenge, menjadi contoh kelambanan kepolisian mengusut kasus perkosaan. Ini karena Sitok belum juga ditangkap atau diadili bahkan dipanggil oleh kepolisian pun belum.
Kemudian ada contoh lain, yakni kasus Nurhalimah. Aktivis perempuan di Makasar ini diperkosa kemudian dibunuh, kasusnya sudah dilaporkan sejak Oktober 2013 namun baru disidangkan untuk pertama kali pada 5 Februari 2014.
Dalam catatan Komnas Perempuan untuk tahun 2013 menyebutkan, setidaknya 35 perempuan Indonesia menjadi korban kekerasan seksual dengan korban paling banyak adalah anak-anak.
Dita Novita, Koordinasi Aksi mengungkapkan, seringkali kepolisian justru menjadi juru damai antara korban dan pelaku. “Ada anak SMA diperkosa di Jakarta Utara, namun Kepolisian malah menawarkan agar korban berdamai dengan pelaku”.
Kepolisian juga kerap tidak sensitif terhadap korban. Polisi sering menanyakan hal-hal yang menyudutkan korban, misalnya menanyakan pakaian korban ketika ia diperkosa. “Perkosaan bukan karena pakaian” teriak Dita dalam orasinya.
Ika Pratiwi, peserta aksi dari Relawan Kawanku mengungkapkan, aksi ini merupakan ajakan kepada semua masyarakat untuk mengawal kasus perkosaan dan menjadikan kasus perkosaan sebagai kasus yang penting bukan kasus sekedar privat, “Mari dorong pihak berwajib untuk melakukan respon cepat” ungkapnya. (Gusti Bayu)