Suarakita.org- Pada awal tahun 2013 lalu Tanti Noor Said, Master Cultural Anthropology and Sociology of Non-Western Society dari Universiteit van Amsterdam, Belanda berkunjung ke sekretariat Our Voice Jakarta Selatan untuk memberikan materi serial kuliah umum politik dan seksualitas terkait hasil kajian penelitiannya tentang gay yang bermigrasi ke Belanda. Perempuan yang memulai kuliah Antropologi di Universitas Indonesia ini sudah tertarik dengan isu gender. Namun saat itu Tanti masih meneliti tentang perempuan, karena perempuan memiliki posisi yang marginal di bidang politik. Sehingga Tanti meneliti perempuan dalam politik di DPRRI.
Kemudian setelah bermigrasi ke Belanda, Tanti menemui tidak hanya perempuan yang bermigrasi untuk menemui pria belanda, namun juga gay dan transgender. Kemudian Tanti mulai menggali cerita gay dan transgender akan sulitnya bertahan hidup di Belanda karena masih terikat kuat dengan keluarga.Salah satu sebab melakukan imigrasi karena penolakan dari keluarga akan identitasnya.
Maka dari itu Tanti mulai menyadari gay dan transgender di Belanda memiliki konflik batin dan masalah sosial yang sangat nyata. Baik antara hubungan dengan keluarga dan konflik batin. Hal inilah yang mendorong tanti untuk meneliti gay dan transgender di negara lain.
Dari hasil penelitiannya, Tanti menyatakan seharusnya gay dan transgender tidak perlu ditolak dan tidak merasa bahagia di negaranya sendiri. Tetapi karena adanya system diskriminasi yang sangat kuat di Indonesia, yang bermuara dari agama ataupun hirarki sosial yang menyebabkan LGBT sangat marginal.
Terkait pergerakan hak LGBT di Indonesia, Tanti menyarankan, “Seharusnya Aktivis LGBT di Indonesia mendorong pemerintah secara diplomatsis dengan banyak diskusi. Mengundang pemerintah untuk bermitra dengan aktivis LGBT sehingga pemerintah terbuka cara berfikirnya. Bukan dengan mengakui hak-hak LGBT, tetapi memberikan informasi dasar tentang LGBT, apa sebenarnya yang dialami, kendala, rasa sedih dan sakit”.
Saat di tanyakan apa yang harusnya dilakukan negara untuk menghapuskan diskriminasi terhadap LGBT di Indonesia? Tanti menjawab, “Jika negara punya Political Will untuk mengubah diskriminasi dan ketidaksetaraan ini, dengan mensosialisasikan ide-ide ke dalam media. Kemudian di dalam undang-undang tidak boleh ada pelecehan dalam bentuk berbeda. Pemerintah dan penegak hukum harus bekerjasama dalam penghapusan diskriminasi terhadap LGBT”. (Rikky)