Suarakita.org- Awal tahun 2014 dibuka dengan laporan “Catatan akhir tahun” (catahu) 2013 oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) tentang Kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam acara yang berlangsung pada kamis, 2 Januari 2014 dipaparkan sepanjang 2013, pendidikan nasional dipenuhi berbagai macam persoalan yang memprihatinkan, diantaranya, penerapan kurikulum baru yang tergesa-gesa, tertundanya pelaksanaan ujian nasional (UN) di 11 provinsi, rendahnya kualitas buku pelajaran di sekolah, tingginya perilaku kekerasan fisik dan merebaknya tindakan amoral di lingkungan sekolah dan kampus,
Ketua FSGI, Retno Listryarti juga mecceritakan tentang korupsi pendidikan, maraknya pungutan liar dan tindakan sewenang-wenang penguasa/ birokrat pendidikan di berbagai daerah, serta ancaman kebebasan guru dalam berorganisasi/berserikat melalui “pemaksaan” revisi PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru, serta lelang jabatan kepsek di DKI Jkt yg diwarnai dugaan kecurangan sistemik.
Dalam diskusi yang berlangsung di kantor LBH Jakarta ini juga membahas tentang pentingnya keberagaman dalam dunia pendidikan. Trainer kapasitas guru, Itje Chodidjah menyatakan tahun 2013 merupakan tahun yang menyesakkan karena pelatihan bagi guru disederhanakan. Seharusnya guru menyadari adanya keberagaman pada setiap siswanya dan dari situ guru bisa menyesuaikan cara belajar setiap siswa. Salah satu contohnya di Indonesia lebih pada pendidikan untuk anak perkotaan, padahal wilayah di Indonesia sangat beragam, ada yang di pedesaan, pantai dan gunung. Sehingga keseragaman ini mendorong pelajar untuk hidup ke dunia perkotaan yang konsumtif.
Direktur Yayasan Cahaya Guru (YCG), Henny Supolo mengungkapkan pandangannya terkait isu keragaman. Dari penelitiannya kepada 2949 guru dalam topik keragaman ditemukan 80% guru sekolah negri memperlihatkan tidak diungkapkannya isu keberagaman. Dari 67 sekolah hanya ada 2 sekolah yang melakukan kegiatan agama mayoritas. Namun setelah di telusuri banyak guru yang mengakui memakai jilbab hanya untuk penyeragaman. Selain itu penggunaan jilbab menjadi alat untuk diseragamkan. Henny menyarankan Kementrian pendidikan dan kebudayaan harusnya Mengeluarkan Surat Keputusan keragaman.
Diskusi pentingnya keberagaman di pendidikan semakin dipertajam oleh Doni Koesuma A, pemerhati pendidikan Indonesia. Doni mengatakan manusia memiliki keunikan individu yang berbartabat. Dengan pendidikan diharapkan siswa dapat menemukan kekayaan keunikannya. Pemaksaan aturan yang tidak menghargai keberagaman dan keunikan maka akan menumbuhkan kekerasan. (Rikky)