Search
Close this search box.
Emy Mades (Yatna Pelangi/Suarakita)
Emy Mades (Foto : Yatna Pelangi/Suarakita)

Suarakita.org- Masalah transgender sepertinya masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan. Orang Indonesia dengan budaya timurnya masih memandang sebelah mata kaum transgender. Tak heran bila, segala hal yang terkait dengan transgender akan menarik perhatian.

“Kenapa sih masyarakat masih juga memandang sebelah mata kepada kami. Transgender kan juga makhluk Tuhan yang butuh diterima, hidup bebas dari ejekan, penganiayaan, dan kekerasan,” kata Emy, Jumat (24/1/2014).

Transgender merupakan istilah untuk orang yang melakukan hal berbeda dari jenis kelaminnya saat lahir. Emy Mandes mengatakan, butuh waktu panjang untuk bisa mengungkapkan jati dirinya.

“Awalnya hati berkecamuk. Saat itu saya cuma ingin tahu sebenarnya saya itu apa. Perempuan atau laki-laki. Butuh waktu lama untuk saya memutuskan hingga akhirnya berani tampil menyerupai perempuan seperti sekarang ini,” kata Emy asal Sumatera Utara ini.

Emy memutuskan menjadi orang yang berbeda saat dirinya duduk di kelas Sekolah Menengah Pertama, hingga akhirnya dia berani mengaku menjadi perempuan karena membuatnya nyaman. “Jadi perempuan itu nyaman sekali, bisa berdandan dan bisa jadi cantik. Saat SMP, saya pernah mencoba untuk menyukai perempuan tetapi tidak bisa. Mau dipaksakan seperti apa juga tidak bisa,” kata Emy.

Setelah gagal dengan upaya itu, Emy memutuskan untuk bergaul dan berada di lingkungan kaum gay. Namun ini tidak juga membuatnya nyaman.

“Mau suka sama perempuan tidak bisa, kumpul sama para gay juga tidak bisa. Saya bingung dan akhirnya saya memutuskan untuk tidak menikah. Dari dulu sampai sekarang kalau melihat perempuan cantik, hati saya selalu berkata saya harus lebih cantik,” katanya.

Berbagai upaya dilakukan Emy untuk membuatnya menjadi `perempuan` yang cantik dengan tubuh ideal. “Kalau operasi kelamin itu tidak, paling membentuk payudara dan memuluskan kulit. Hal tersebut saya lakukan di dokter dengan menggunakan teknik suntik hormon,” kata Emy.

Dirinya hanya berharap masyarakat dapat menerimanya sebagai makhluk Tuhan tanpa memandang gender atau seksnya. “Kami hanya ingin diterima seperti layaknya mereka ingin diterima orang lain. Kami makhluk Tuhan juga jangan pandang dari jenis kelamin atau perilakunya. Sampai saat ini kami sebagai transgender selalu berusaha untuk melakukan hal positif dengan ikut kegiatan positif,” katanya.

Hal tersebut dilakukan Emy dan teman-temannya untuk membuktikan transgender itu bukan sampah masyarakat namun orang yang juga bisa berguna untuk sekitar. (Mia/Abd)

Sumber : liputan6.com