Suarakita.org- Jumat 6 Desember 2013, Nelson Mandela, pejuang anti-apartheid ini wafat di usia 95 tahun. Setelah politik apartheid runtuh di Afrika Selatan, Mandela terpilih menjadi Presiden kulit hitam pertama di sana. Sebagai Presiden paska rezim apartheid, Mandela menginisiasi amandemen konstitusi Negara tersebut, dengan nuansa anti terhadap diskriminasi, termasuk diskriminasi berbasis orientasi seksual.
Bab 2, Pasal 9 dari Undang-undang Hak- hak Sipil itu jelas menyebutkan, “Everyone is equal before the law and has the right to equal protection and benefit of the law.” Setiap orang adalah setara di muka hukum dan memiliki hak yang setara dalam hal perlindungan dan manfaat dari hukum. Lalu Afrika Selatan memilih untuk membuat konstitusi yang lebih maju. “Everyone is equal before law” diterjemahkan dalam bagian penjelasan .
The state may not unfairly discriminate directly or indirectly against anyone on one or more grounds, including race, gender, sex, pregnancy, marital status, ethnic or social origin, colour, sexual orientation, age, disability, religion, conscience, belief, culture, language and birth.
Negara tidak boleh secara tidak adil mendiskriminasi baik langsung maupun tidak langsung terhadap siapapun dengan satu atau lebih alasan, termasuk ras, gender, jenis kelamin, kehamilan, status pernikahan, etnik, asal-usul, warna kulit, orientasi seksual, umur, disabilitas, agama, kesadaran, keyakinan, budaya, bahasa dan kelahiran.
Aksi bersejarah ini dikumpulkan oleh Phumo Mtetwa, Wakil Pendiri The South African National Coalition For Gay and Lesbian Equality (NCGLE) dan oleh Albie Sach, orang yang ditunjuk oleh Nelson Mandela sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi pada 1994 sampai dengan 2009. Singkatnya, kebijakan non-diskriminasi berbasis orientasi seksual digunakan selama konferensi African National Congress (ANC) di tahun 1990. “Jadi ketika sudah sampai pada pembuatan draf konstitusi baru” ungkap Sach pada Magazine Global tahun lalu, “ANC merekomendasikan dasar diskriminasi yang tidak adil, yakni meliputi ras, warna kulit, kepercayaan, jenis kelamin dan disabilitas—juga termasuk orientasi seksual.”
Konstitusi yang baru ini, diadopsi pada Mei tahun 1996, yang dampaknya adalah menghapus larangan terhadap gay dan lesbian untuk secara terbuka menjadi anggota militer di Afrika Selatan. Dan dokumen bersejarah tersebut menjadi dasar untuk melegalisasi pernikahan sejenis di Negara tersebut.
Inilah alasan, mengapa pemimpin kelompok aktivis hak hak lesbian, gay, biseksual dan transjeder Amerika Serikat (AS) sangat bersedih atas wafatnya Mandela. “Setiap kita harus melanjutkan perjuangannya untuk kesetaraan dan hak hak sipil di komunitas kita sendiri.” Ungkap Kevin Cathcart dari Lambda Legal kepada Buzzfeed. (Gusti Bayu)
Sumber: Washington Post