Search
Close this search box.

Selangkangan, LGBT dan Negara

Oleh : Yatna Pelangi

Suarakita.org- Jangan kaget ya cyin dengan judul tulisan eke yang satu ini. Karena bawa-bawa Selangkangan dan Negara. Tulisan ini refleksi dari diskusi yang diadakan Our Voice Selasa 10 Desember 2013 yang bersamaan dengan hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang diperingati setiap 10 Desember setiap tahunnya.

Jangan tanya kenapa kami membicarakan selangkangan dihari HAM, tapi tanya kenapa dan untuk siapa hari HAM diperingati. Apakah lgbt (lesbian, gay, biseksual dan transjender termasuk didalamnya?) Mestinya iya cyinnn, tapi pada kenyataannya HAM bagi lgbt seperti “Bajay yang parkir di Planet Mars”. Sesuatu yang sulit banget.

Pasti yey bakal nanya kenapa? kok bisikan (bisa)?

Simpen dulu deh pertanyaan yey, karena eke mau balik pada janji diatas bahwa melakukan refleksi dari diskusi terbatas di Our Voice.

Tepat jam 4 sore, diskusi dimulai dan eke jadi moderatornya. Sebuah makalah berjudul “ Keanekaragaman Gender di Asia : Pertarungan Diskursif dan Implikasi Legal”. karya Prof. dr. SE. Saskia E Wieringa menjadi kewajiban untuk dibaca oleh setiap peserta. dengan menyemburkan sepatah dua patah kata perjumpaan hangat sore itu eke buka dengan cinta.

Jujur sejujur-jujurnya sebenernya eke Malaysia (males) berurusan dengan membaca, apalagi membaca tulisan atau jurnal ilmiah yang ditulis oleh seorang professor pasti isinya banyak bahasa dewa yang buat fuyunghai (pusing). lagian semenjak lulus kuliah eke jarang banget baca. paling banter baca koran itupun cuma bagian iklan doang. padahal ditempat eke berkarya di Our Voice numpuk buku-buku filsafat, sastra, agama hingga buku teori-teori sosial. tumpukan buku-buku yang selalu eke lihat itu seperti tubuh tanpa nyawa. yukkkk.

Oke…nyambung lagi ya cyinn…ternyata prasangka eke tentang tulisan yang dibuat profesor itu buat fuyunghai salah besar, karena setelah dibaca dengan perlahan dan penuh cinta tulisan tersebut renyah dibaca, sampe eke membacanya 3kali.Tulisanya tidak hanya renyah tapi gurih, tulisan yang dibuat proff Saskia menjabarkan tentang keragaman jender yang ada di Asia khususnya di Nusantara, dan ternyata dari jaman dahulu kala nenek moyang kita udah akrab dengan berbagai macam jender dan saling menghormati satu sama lain.(mending yey baca sendiri aja ya cyin, “Jurnal Gandrung Vol 1 No 2 (e-jurnal). Desember 2010. Kalo eke jelasanin bakal 1500 halaman cyinnn).

Tapi heranya justru pada saat yang katanya jaman sudah modern sekarang ini keragaman jender justru dimusuhi, dihujat, dan dikatakan pendosa oleh sebagian orang yang suka pake jubah dan berjanggot. Gak cukup sampe disitu cyinn, bahkan Negara ikut campur mengatur selangkangan manusia. Kenti (penis) gak boleh ketemu dengan Kenti (penis) . Dan Meki (vagina) gak boleh ketemu dengan Meki (vagina) . Kenti hanya boleh ketemu dengan Meki . Padahal sebagai pemilik tubuh mestinya kita berhak mau tidur dan hidup dengan siapa saja tanpa campur tangan siapapun karena pada hakikatnya selangkangan kita adalah milik kita, bukan milik penguasa ataupun milik negara.

Kembali kepertanyaan gantung diatas tentang rasa pesimis eke terhadap ham yang universal bagi lgbt. Ketidakadilan yang dialami lgbt sangat menjulang tinggi banget cyinn, seperti Patung Pancoran di Jakarta Selatan. Semua orang yang pernah melewati patung tersebut pada cuek, dan membiarkan patung tersebut menjadi perhiasan kota yang abadi. Gak ada yang mau mampir ngasih gorengan atau nasi uduk. yukkk.

Diakhir diskusi eke dapet kesimpulan bahwa keadilan tidak datang dari dalam kolor, apalagi jika kita mengharapkan hak-hak kita disetarakan, ia harus diperjuangkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan merebut ruang publik. maksudnya disini adalah kita sebagai lgbt harus ada dikursi-kursi kekuasaan sebagai pengambil keputusan.

Selain itu ada hal yang gak kalah pentingnya yaitu memberikan pendidikan keberagaman jender dan seksualitas pada masyarakat dan juga komunitas lgbt. dan juga adanya solidaritas antar sesama lgbt untuk memiliki satu suara seperti yang dikatakan oleh widji tukul “LAWAN”. lawan disini maksudnya bukan saling jambak-jambakan antar sesama lgbt, tapi lawan segala bentuk diskriminasi dan ketidakadilan yang selama ini memenjarakan hak-hak kita sebagai warga negara. dan mesti diinget juga melawan disini bukan melawan pake otot tapi dengan otak.