Suarakita.org- Komunitas Transjender Bangladesh sekarang bisa menyebut diri mereka sendiri sebagai jender ketiga dan terpisah setelah sidang Kabinet pada Senin menyetujui sebuah perundang-undangan yang secara resmi mengakui status mereka.
Kemajuan ini akan menyediakan hak-hak dasar bagi ribuan transjender di seluruh negeri termasuk hak pendidikan dan perumahan, kata seorang Pejabat Pemerintah.
“Dari sekarang, mereka bisa memakai kata Hijra sebagai jender ketiga, keduanya dalam bahasa Bangla dan Inggris, di manapun diperlukan, termasuk pendaftaran paspor,” Sekretaris Kabinet, Mosharaf Hossain mengatakan pada Reporter di Dhaka. “Hijra (waria) adalah salah satu kelompok yang sangat termarjinalkan di negara ini dan Pemerintah ingin mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap mereka,” kata beliau.
Kementerian Pelayanan Sosial mengatakan ada sekitar 10.000 transjender di seluruh Bangladesh. Tetapi, perhitungan tidak resmi menyebutkan angka 150.000.
Pengakuan resmi memegang peranan penting untuk komunitas hijra di Bangladesh, karena kelompok konservatif muslim, yang mana merupakan mayoritas di negara tersebut, secara umum masih memandang rendah kelompok transjender atau hanya memandang mereka sebagai lelucon.
Selama bertahun-tahun, kelompok hijra yang telah dirampas perannya dalam kehidupan sosial, memaksa mereka menjadi penari eksotik atau pekerja seks untuk menyambung hidup.
Beberapa menerima santunan sebesar 300 taka (40.000 rupiah) dari pemerintah, sementara mayoritas hijra yang lain mejalani kehidupan ganda untuk menghindar dari pemboikotan publik.
Setelah kampanye yang dilakukan oleh Aktivis Hak Asasi Manusia, pemerintah memberikan hak suara kepada kelompok hijra pada 2008. Namun, masalah identifikasi jender yang dibutuhkan penduduk Bangladesh untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan manfaat lainnya menolak mereka.
Pengakuan pemerintah akan mengubah kehidupan hijra selamanya, kata Boby Hijra, Direktur dari Sushtho Jibon (Hidup Sehat), sebuah organisasi kesejahteraan yang telah bekerja untuk komunitas transjender selama lebih dari dua dekade.
“Selama bertahun tahun, kelompok hijra tidak diakui oleh masyarakat, bahkan oleh anggota keluarga mereka sendiri. Hak-hak mereka untuk hidup sebagai manusia ditolak” katanya. “Kami harap pengakuan pemerintah akan membantu Kami hidup layak dalam kehidupan sosial dan mengubah prilaku mayoritas yang tidak menganggap Kami sebagai manusia” sambungnya. (Gusti Bayu)
Sumber : UCANEWS