Suarakita.org- Trafficking dan perlindungan TKW menjadi pembahasan hangat dalam diskusi perempuan dan peradaban Indonesia. Acara yang diselenggarakan Megawati Institute pada 9 oktober 2013 ini berlangsung di ruang sidang 2 DPP PDI Perjuangan serta mengundang beberapa tokoh dari pemerintahan dan masyarakat sipil. Acara yang berlangsung pada pukul 11:00 ini Dibuka oleh ketua partai PDIP, Megawati Soekarno Putri. Pada sesi ini megawati menceritakan pengalamannya akan beberapa kasus terkait perempuan. salah satunya saat Mega bertemu perempuan positif HIV di papua. Selain itu Mega juga menyinggung tentang kualitas pendidikan di Indonesia yang semakin menurun, menurutnya salah satu penyebabnya karena masyarakat yang mengkonsumsi indomie dan snack mengandung sodium glutamate sehingga berdampak pada penurunan daya ingat otak apabila dikonsumsi secara terus menerus.
Megawati juga sempat menceritakan apa saja kinerja yang dilakukan saat menjadi presiden RI yang ke-5, salah satunya mendirikan BNN untuk penanggulangan narkoba. Megawati menyarankan arti pentingnya mengajarkan orangtua mengajarkan anaknya dengan baik, maka dari itu orangtua harus bertanggung jawab akan fenomena ini.
Setelah itu para Rieke Diah Pitaloka memaparkan kinerjanya dalam menangani kasus buruh di pemerintahan. Rieke berharap adanya pemberdayaan ekonomi agar burita sindikat perdagangan manusia segera dapat diakhiri.
Kemudian dilanjutkan oleh Sri Palupi yang menyatakan persoalan traficking hanya fenomena gunung es dari persoalan kemiskinan. Baginya kasus trafficking di Indonesia disebabkan karena sistim pembangunan yang mengusung perbudakan. Saat ini kebijakan ekonomi dan kebijakan kemiskinan yang dilakukan pemerintah sangat tidak nyambung. Karena kebijakan ekonomi menjarah rakyat. Palupi menunjukkan beberapa data akan kasus trafficking. Dalam 3 tahun terjadi pelonjakan jumlah kabupaten yang mengirimkan TKI, yang awalnya 39 menjadi 159 kabupaten. Di dunia, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai pemasok perdagangan anak dan organ tubuh manusia setelah India.
“Kalau sistemnya seperti ini bagaimana bicara tentang nasib rakyat kalau tidak ada ruang bagi rakyat?”, tanya perempuan yang aktif untuk pemberdayaan kelompok marginal ini. Di akhir sesinya Palupi menyanggah pernyataan Megawati akan tanggung jawab perempuan. Menurutnya, “bukan perempuan yang bersalah, namun perempuan secara struktur atau sistim yang harus menanggung pembangunan”.
Ketua KOMNAS Perempuan, Yunianti Chuzaifah, turut memberikan sanggahan. Baginya, temuan Megawati tidak berimbang dengan kinerja KOMNAS Perempuan. Karena sebenarnya penanggulangan akan kekerasan terhadap perempuan tidak diimbangi dengan pelayanan untuk mengakses pelaporan. Dalam penanggulangannya, di Indonesia sendiri banyak ratifikasi, namun hanya sebatas tandatangan di kertas. Komitmen atas penanggulangan tidak dilakukan.
Yuniyanti menambahkan kasus yang terjadi pada kekerasan terhadap perempuan. Ada kelompok mengatas namakan agama yang melakukan diskriminasi melalui kebijakan, sehingga memicu berbagai tindakan yang diskriminatif. Saat ini KOMNAS Perempuan menemukan 354 perda yang diskriminatif. Pada awal pendataan ditemukan 190an, namun setelah 3 tahun kemudian melonjak tiga kali lipat
Saparinah Sadli menyatakan tindak traficking sudah kejahatan terhadap kemanusiaan. Traficking sangat erat kaitannya dengan kemiskinan dan relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Pendiri KOMNAS Perempuan ini mengaitkan dengan MDGS yang berwajah perempuan karena berkaitan dengan kondisi perempuan yang sangat terpuruk. Indonesia tidak mencapai target tersebut karena indonesia tidak dapat mempromosikan kesetaraan perempuan. Tidak menemukan adanya peningkatan kesetaraan jender.
Wahyu Susilo menanggapi dari sisi kasus TKW traficking dan advokasi. Kasus hukuman mati yang terjadi pada Ruyati kembali menghangatkan isu hukuman mati yang terjadi pada TKI kita. Kasus ini merupakan kotak pandora yang membuka kepalsuan. Pria yang aktif di organisasi Migrant Care ini menilai, kasus ancaman hukuman mati disembunyikan dari karpet keberhasilan peningkatan ekonomi. Beberapa saat lalu Presiden RI SBY mengatakan pemerintah sudah pada panduan perlindungan TKI. Namun pada tahun 2012, ancaman hukuman mati pada TKI masih saja banyak terjadi, yakni sebanyak 230.
Kepres 17 th 2011 – kepres 6 tahun 2012 yang menghabiskan dana APBN 200 millyard tidak berhasil meredam kasus ancaman hukuman mati. Di tahun 2013 jumlah ancaman hukuman mati justru meningkat menjadi 274 kasus. Dalam pengentasan kasus Indonesia tidak bisa memaksakan MOU ke negara lain karena tidak ada G to G (Government to Government). Sebagai contoh, berbagai mentri luar negri yang ada di suriyah memperingatkan warga situasi sedang tidak aman, namun mentri luarnegri Indonesia di suriyah memberi laporan bahwa tki masih amanb-aman saja dan masih ada alur masuk tki ke suriyah. Padahal banyak kedutaan asing yang mengevakuasi warganya.
Indonesia ada 18 lembaga kementrian yang punya kewenangan dalam mengurus TKI. Yang terjadi BNP2TKI dan KEMENAKERTRANS saling sikut dalam perebutan anggaran dan apabila ada masalah saling lempar tanggung jawab. Mungkin presiden bangga menjadi anggota G20 dll tetapi tidak memanfaatkan event tersebut sebagai ruang untuk perbaikan kesejahteraan rakyatnya. Di akhir sesinya wahyu menyarankan PDIP untuk lebih memperhatikan kasus TKI, karena kepala daerah Wilfrida berasal dari PDIP.
Direktur eksekutif Megawati Institute, Prof Siti Musdah Mulia menyampaikan bagaimana memanusiakan manusia, memanusiakan semua warga negara. Prinsip awalnya adalah tidak boleh meninggalkan setiap warga negara. Musdah menegaskan bahwa dalam penegakkan HAM tidak bisa dilakukan dalam bahasa agama, karena kita tidak pernah bisa menjadikan kemanusiaan sebagai bagian dari keberagaaman kita. “Keberagamaan tidak menyumbang apapun”, ungkap perempuan yang aktif di organisasi untuk toleransi keberagamaan. Dalam membangun moralitas agama, Musdah menyarankan yang dilakukan adalah mengubah kultur masyarakat Indonesia dengan membangun pendidikan dari keluarga. Beragama boleh, tetapi tidak boleh kehilangan nalar kritis.
Di akhir diskusi Puan Maharani membenarkan pendapat wahyu susilo bahwa sebenarnya tidak ada koordinasi dalam lembaga negara. Tidak ada sinergi antar departemen, Hal ini sudah terjadi namun pencarian solusi hanya bersifat adhoc (sementara). Ketua fraksi PDIP ini menyatakan kasus trafficking dan TKI itu harus menjadi kewajiban negara untuk mencari solusi. (Rikky)