Search
Close this search box.

Film “Lingkaran Kekerasan”, Bentuk Bela sungkawa Kepada Korban

 

Suarakita.org- Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan pemutaran film dan diskusi santai, pada Kamis 26 September 2013, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Film berjudul Lingkaran Kekerasan ini menceritakan seorang perempuan, Jelita Nawangsari  (Ririn Ekawati), yang mengalami tindak kekerasan oleh Sang Suami. Nampaknya, film ini merupakan visualisasi dari fase-fase dalam lingkaran kekerasan  yang jamak terjadi dalam rumah tangga, yakni ada fase konflik, fase tindak kekerasan, fase minta maaf, fase bulan madu yang kemudian berputar kembali ke fase konflik.

“Film bertema kekerasan dalam rumah tangga sangat jarang digarap dengan bagus” kata Andi Yetriani, Anggota Komisioner Komnas Perempuan.

Dengan latar belakang budaya Jawa dan Katolik, film ini mengundang pertanyaan dari salah satu peserta diskusi, “ kenapa latar belakangnya Katolik? Kenapa tidak Islam, apa karena takut FPI?”

Dengan santai sang Sutradara, Nur Hidayat atau biasa dipanggil Monot, menjelaskan bahwa latar budaya Jawa dan Katolik hanyalah sebuah pilihan cerita, dan tidak ada kaitan sama sekali dengan ketakutan akan FPI.

Film Lingkaran Kekerasan merupakan film yang cukup artistik dan cukup vulgar dalam menampilkan adegan kekerasan. Dalam film ini tergambar jelas bagaimana Suami memukul, menendang, dan menyiksa Sang Istri.

Ada adegan Suami, menjilat darah ayam dan darah Istri yang menetes setelah dipukul. Karena adegan  inilah Andi memberikan catatan yang jelas, “Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dilakukan oleh orang yang psikopatik”. Menurut Andi, ada orang yang tidak menunjukkan gejala psikopatik seperti di film namun justru merupakan pelaku kekerasan.

Simbol yang paling disorot di film ini adalah adegan Jelita memanggul salib sambil berjalan menyusuri jalan berbatu dan bertebing. Berdasarkan pengakuan Monot, dia memang terinspirasi dari kisah Penyaliban Yesus, “Ada dilema di hati Jelita antara mempertahankan rumah tangga dengan keluar dari kekerasan, jika dia cerai maka dia takut tidak bisa menyatu dengan Kristus di sana” ungkap Monot.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2012 ada sekitar 8.315 kasus kekerasan terhadap Istri, 28 persen di antaranya adalah kekerasan fisik dan 8 persennya adalah kekerasan seksual. Inilah alasan mengapa Monot membuat film ini,  “Sebagai bentuk bela sungkawa kami kepada korban” ungkapnya. (Gusti Bayu)