Suarakita.org- Untuk pertama kalinya pernikahan antara dua warga sesama jenis disahkan di Selandia Baru setelah negara itu menjadi negara pertama di kawasan Asia Pasifik dan negara ke-14 di dunia yang mengizinkan hal tersebut dilangsungkan secara legal.
Tiga puluh satu pasangan sesama jenis dijadwalkan mengikat ikrar perkawinan pada Senin (19/08) menurut Departemen Dalam Negeri.
Pengesahan terjadi setelah parlemen Selandia Baru sebelumnya menggolkan amandemen terhadap UU Pernikahan yang dibuat tahun 1955.
Pengesahan tersebut ditentang oleh kelompok lobi Kristiani setempat.
Menurut kubu lobi konservatif, Family First, pengubahan UU Pernikahan itu merupakan “tindak keberandalan budaya yang arogan” yang tak direstui publik.
Namun kubu Kampanye Kesetaraan Perkawinan mengatakan lolosnya amandemen tersebut menandai berakhirnya era ketidakadilan hukum.
‘Semua cinta itu sakral’
Termasuk dalam barisan pasangan pertama yang mengikat ikrar perkawinan sejenis adalah dua perempuan asal Auckland, Tash Vitali dan Melissa Ray, yang memenangkan hadiah menikah gratis lewat kompetisi di radio.
“Dunia masih tetap jadi tempat berbahaya dan bahkan mematikan bagi para gay, biseksual dan transgender,” kata Pendeta Matt Tittle yang menikahkan pasangan ini, menurut situs stuff.co.nz.
“Puji Tuhan itu tidak terjadi di Selandia Baru.”Semua cinta adalah sakral.”
Tetapi pasangan sesama jenis dari seluruh dunia juga diperkirakan akan membanjiri Selandia Baru untuk memanfaatkan peluang hukum baru ini.
Sudah ada rencana dari sekitar 1.000 pasangan sejenis di Australia yang berencana berkunjung ke negara itu untuk melangsungkan pernikahan, menurut kelompok lobi Kesetaraan Pernikahan Australia.
Louisa Wall seorang anggota parlemen dari Partai Buruh mengatakan “Legalisasi ini adalah pernyataan kesetaraan seperti hak asasi manusia bagi semua orang,” katanya.
Wall mengatakan agar komunitas gay dan lesbian, berikut pihak-pihak terkait berani memperjuangan reformasi global peraturan menyangkut homoseksual. “Saya berharap pengalaman Selandia Baru menjadi pendorong bagi penghapusan ketidaksetaraan dan diskriminasi terhadap kaum homoseksual,” demikian menurut Louisa Wall.
Sumber : BBC