Ourvoice.or.id Kemarin, Rabu,24/7/2013 saya diskusi informal sekaligus buka bersama dengan teman, seorang lesbian. Sebut saja namanya Grace. Grace dibesarkan di Eropa tetapi keturunan Indonesia. Grace seorang muslim yang taat dan sangat mencintai kebudayaan Indonesia, minimal itu penilaian ku terhadap Grace.
Sekarang Grace hidup bersama dengan pasangannya di salah satu kota di Indonesia untuk sementara waktu. Pasangannya sebut saja namanya Christine. Christine berasal dari negara yang berbeda budaya dengan Grace.
Grace mempunyai seorang anak perempuan umur 2,5 tahun,lucu,cantik dan pintar. Anak tersebut hasil dari insiminasi buatan yang berasal dari sel telur Grace dengan sperma kemanakan laki-laki dari Chistine. Sehari-hari Christine lah yang merawatnya karena Grace bekerja diluar rumah.
Dari cerita Grace, proses pemasukan sperma ke tubuh Grace dilakukan sendiri dengan cara sangat sederhana. Menggunakan satu alat tertentu (gun insiminator biasa disebut) yang dia beli melalui internet seharga sekitar Rp 1,3 juta (tahun 2000). Proses pemasukan cairan sperma dilakukan Grace sendiri melalui lubang vagina tanpa bantuan dokter,dia hanya membaca prosedur dan pengalaman orang di internet.
Setelah selama 6 bulan melakukan hal tersebut (artinya dilakukan lebih dari 1 kali) akhirnya Grace positif hamil. Artinya Grace tidak melakukan hubungan badan dengan pemilik sperma tersebut, sperma cukup ditampung dan kemudian dimasukan ke alat insiminator dan disemprotkan ke lubang vagina. Begitulah secara sederhana teknis bekerjanya. Menurut Grace, mudah sekali melakukannya dan sangat sederhana sehingga dapat dilakukan setiap perempuan. Selain itu juga tidak sakit menurut Grace. Menurut Grace yang penting dilakukan pada waktu yang tepat dan tidak boleh strees dan harus benar-benar rileks.
Dari pengalaman Grace ini sangat terlihat bagaimana tubuh perempuan begitu punya otoritas penuh terhadap tubuhnya apakah dirinya mau hamil atau tidak! Siapapun perempuannya dapat memilih atau menentukan dengan sperma siapa yang akan tumbuh dilahirnya. Karena pembuahan membutuhkan tempat yang dinamakan rahim, dan itu hanya perempuan yang memilikinya.
Aktivis perempuan, Ita F.Nadia, meyampaikan dalam account facebook menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Grace tidak saja mengubah politik tubuh perempuan, kuasa dan teori reproduksi. Tetapi juga konsep tentang kehidupan, secara horisontal tentang keluarga dan vertikal dengan sang pencipta termasuk religiositas kita.
Kemudian menurut Ita, menjadi penting untuk selalu memperbaharui konseptual kerangka framework kita, bagaimana mengabstraksikan pengalaman kehidupan perempuan dan Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender (LGBT) menjadi konseptual framework baru yang akan memperkaya kita melihat suatu fenomena baru. Jadi tidak menggunakan satu konsep lama yang di reproduksi terus dan disesuaikan dengan perkembangan, sebagai sebuah kebenaran.
Cara sederhana yang dilakukan Grace tanpa bermaksud menyamakan manusia dengan binatang, sebenarnya bukan hal yang baru dalam dunia ilmu peternakan. Bahkan kalau didunia peternakan sperma dari jantan unggul dapat disebarkan ke banyak ternak betina, sehingga peternak tidak perlu banyak memelihara ternak jantan untuk menghasilkan generasi ternak baru. Secara ekonomis jauh lebih menguntungkan bagi peternak. Bahkan sperma yang dikeluarkan dapat dicairkan yang kemudian dibekukan dengan menggunakan bahan kimia Nitrogen cair sehingga bisa bertahan lama (lebih dari satu tahun) dan dapat dikemas dalam tabung sehingga dapat didistribusikan ke berbagai negara didunia.
Sepertinya pengalaman Grace ini menjadi cara “alternatif” atau cara lain bagi setiap perempuan yang ingin punya anak tanpa perlu hidup bersama atau bersetubuh dengan laki-laki. Misalnya dilakukan oleh seorang lesbian, perempuan single atau mungkin karena alasan lain, misalnya laki-laki nya ejakulasi dini atau sebab lain nya yang banyak dialami oleh pasangan suami istri.
Kita tahu selama ini perempuan hanya diobjekkan sebagai mesin untuk melahirkan anak dalam sistem partriarki yang lebih menguntungkan pihak laki-laki. Perempuan tidak mempunyai otoritas atas tubuhnya sendiri kapan dan berapa bayi yang dia lahirkan. Sehingga cara ini penting untuk memberikan pelajaran pada laki-laki partriarki- heterosentris yang merasa diri punya kuasa atas tubuh perempuan. Padahal rahimlah yang punya kuasa atas kehidupan manusia.
Tentunya cara ini akan mendapatkan banyak tantangan dari kelompok agama, sebagian tokoh agama membolehkan jika dilakukan oleh pasangan sah dalam pernikahan. Kemudian dilakukan karena disebabkan sesuatu hal (misalnya karena sang suami tidak mampu melakukan hubungan badan).
Tetapi kelompok agama lain sebagian menganggap bahwa cara insiminasi buatan tidak dapat dilakukan karena melanggar etika kemanusiaan. Bahkan untuk membuat generasi manusia, hanya boleh dilakukan dengan cara bersetubuh/penetrasi ala konvensional. Hal ini disampaikan juga oleh seorang perempuan penganut Khatolik, Pudji Tursana bahwa bayi tabung di agama Khatolik masih diperdebatkan etis atau tidaknya. Tapi manusianya kan punya kebutuhan juga dan kecerdasan manusia untuk menyelesaikan persoalannya yang merupakan bagian dari anugerah Allah juga, maka soal etika atau nir-etika juga ada di ranahnya sendiri, ungkap Pudji dalam account facebooknya. (Hartoyo)