Oleh : Nurdiyansah**
Aroma yang kukenal datang menghampiri. Seperti masa lalu yang tiba-tiba menerkam dari belakang. Atau mungkin sahabat yang menikam. Membawaku pada suatu momen yang menyisakan pahit tak tuntas dalam diriku. Wangi yang kukenal kian mendekat. Vanila. Sumber itu bagai magnet yang menyedotku untuk didekapnya. Betapa aku sebetulnya yang ingin memeluknya erat. Masa lalu yang berkarib dan kusembunyikan dalam-dalam, memberontak untuk keluar!
“Kamu kenapa, Yang? Ada yang salah sama makanannya?”
Aroma itu semakin dekat, tapi aku tak berani mendekat.
“Hey, Yang!” Suara teprokan tangan tiba-tiba membuatku kaget. “Kok, bengong, sih?”
“Ah, ngga kok!” aku mengelak, berbohong yang pula tanpa persiapan.
Perempuan berambut panjang di hadapanku adalah pacarku. Kami telah menjalin hubungan sejak kelas 3 SMA. Kini, memasuki tahun ketiga. Parasnya begitu manis. Ia perempuan pemberani. Begitu maskulin. Sejak kecil ia telah mengikuti latihan karate dan tahun lalu memenangkan kejuaraan karate tingkat provinsi. Tubuhnya langsing dan sintal. Tak ada lemak dan dagingnya begitu keras. Aku menyukai memeluknya erat. Kubayangkan memeluknya bulat-bulat. Kami mulai bereksplorasi tubuh, tapi tak juga berani saling menembus. Aku belajar anatomi dan rasa melalui dia.
“Nih, buat kamu biar gemuk!” candanya sambil menuangkan separuh porsi mi goreng dari piringnya ke piringku.
Wangi vanila kian mendekat.
Aku semakin salah tingkah. “Aduh, kamu apa-apaan, sih!”
“Loh, kan biasanya juga kamu makan separuh makananku!”
Tanpa sadar aku membentaknya. Beberapa pengunjung yang ada di warung Mi Ayam Bangka Aheng ini menengok ke arah kami.
Punggungku terasa hangat mendengar suara itu, bersama wangi vanila menyengat yang akrab. Sepasang tirai tersibak dan aku menjadi seorang bocah kesepian. Memandang kaleng kerupuk di samping kananku yang kosong. Dari kaca kaleng itu kulihat di dalamnya segerombolan anak kecil tengah mengintip pada jendela di antara celah tirai. Salah satu dari mereka adalah aku!
Aroma itu kini datang bersama suara.
Suara yang renyah bersama musik dangdut yang sember.
“Permisi, Om-Tante, Mas-Mba, Ibu-Bapak, numpang ngamen, Kakak!”
Aku menyerah. Ada semacam ketegangan yang membuatku was-was sekaligus nikmat. Sebuah suspense kimia yang bereaksi aneh dalam tubuhku.
Untuk lebih lengkap klik cerpen : Waria
**Nurdiyansah adalah penyuka malam, kopi, dan kretek. Bersama kawan membuat portal www.jejakwisata.com dan www.candinusantara.com. Twitter: @nurdiyansah