Ourvoice.or.id- Perempuan ini telah menjadi simbol dari aksi protes yang diwarnai aksi kekerasan di Turki. Di media sosial, dia dikenal dengan sebutan “The Woman in Red.”
Dengan mengenakan gaun musim panas merah dan kalung, wanita itu berjalan di antara para demonstran di Istanbul Taksim Square ketika petugas keamanan meluncur ke arahnya lalu menyemprotkan cairan merica. Kuatnya semprotan terlihat dari rambutnya yang sampai tertiup jauh ke atas.
Tak ada yang bisa dilakukan perempuan itu, kecuali berpaling dari semprotan tersebut. Sementara si petugas yang mengenakan masker menerjang mendekatinya dan menyemprotkan lebih banyak cairan merica ke arah leher perempuan ini.
Foto insiden ini tersebar luas di beragam media sosial, hari-hari terakhir. Perempuan dalam gaun merah menjadi “ikon” dalam pemberitaan internasional yang meliput perlawanan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Tayyip Erdogan.
“Foto itu merangkum esensi dari protes ini,” kata seorang mahasiswa matematika bernama Esra Reuters. “Kekerasan polisi terhadap demonstran damai, orang hanya berusaha untuk melindungi diri dan nilai hidup mereka.” Gambar itu juga telah menginspirasi pembuat kartun dan grafiti di Turki dan di seluruh dunia.
Tetapi, justru perempuan berbaju merah jengah dengan ketenaran barunya. Kepada CNN, Rabu (5/6/2013), dia menyatakan tak pernah menginginkan hal ini. Apa yang terjadi di Turki, tegas dia, adalah “pemberontakan rakyat”.
Perempuan tersebut adalah Ceyda Sungur. Kepada Turki TV 24, dia mengatakan tidak nyaman dengan ketenaran akibat gambar itu. Dia pun menyatakan tak ingin menjadi ikon gerakan. “Ada banyak orang yang berada di taman dan mereka juga terkena gas air mata,” katanya. “Tidak ada perbedaan antara mereka dan saya.”
Tetapi, Ceyda menambahkan, dia tak terkejut dengan kekerasan yang merupakan evolusi dari aksi damai beberapa hari lalu. Kerusuhan di Istanbul bermula dari aksi duduk warga sebagai bentuk protes atas rencana pemerintah menghancurkan sebuah taman di pusat kota Istanbul, ruang hijau terakhir di pusat kota itu.
Dalam aksi damai tersebut, beberapa kerumunan meneriakkan slogan-slogan semacam “Tayyip mengundurkan diri!” atau “Bahu melawan fasisme!”. Polisi huru-hara yang diturunkan menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk menghalau para demonstran.
Sebagai perlawanan, para demonstran pun balik melemparkan botol, menghalangi buldoser yang akan menghancurkan taman, dan membangun barikade. Bentrokan penuh antara demonstran dan polisi pun tak terelakkan.
Erdogan, Sabtu (1/6/2013), mengakui bahwa pasukan keamanan Turki telah menggunakan gas air mata berlebihan terhadap demonstran. Sementara seorang pejabat, Selasa (4/6/2013), meminta maaf atas “agresi polisi” dan tudingan bahwa serikat buruh ada di balik demonstrasi.
Dalam menghadapi unjuk rasa di sekitar Kizilay Square di pusat kota Ankara, polisi membawa kendaraan lapis baja dengan meriam air di atasnya sebagai unjuk kekuatan Selasa malam. Namun, demonstrasi pada Rabu (5/6/2013) relatif tenang.
Sumber : kompas.com