Ourvoice.or.id- Media harus dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip kewarganegaraan dalam setiap isi dan pemberitaanya. Itulah sloga yang diusung Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) bersama Hivos dan University of Manchaster dalam mengkaji bagaimana prinsip-prinsip kewarganegaraan tertuang pada media di Indonesia. Tentunya dalam kajian tentang konten media dan prinsip-prinsip kewarganegaraan di dalam media.
Dalam acara yang berlangsung di Sequis Center, Sudirman Jakarta ini meluncurkan laporan terakhir dari ketiga laporan sebelumnya yang mengkaji proses produksi konten 10 stasiun swasta yang dipengaruhi beragam factor. Laporan ini ditulis oleh Yanuar Nugroho, Dwitri Amalia, Leonardus K. Nugraha, Dinita Adriani serta Shita Laksmi.
Buku ke empat ini merupakan pemancing agar masyarakat lebih membicarakan media. Penelitian ini juga bekerjasama dengan Remote TV yang terus merekam penyiaran media di Indonesia selama 24 jam. Dalam pertemuan 12 juni 2013 ini memaparkan analisa keberagaman konten. Secara geografi menunjukkan 58,7% konten terpusat di 3 tempat di jawa. Sedangkan dari segi agama, secara kuantitatif menunjukkan 96,8% menyiarkan agama Islam dengan 744 kali tayang. Sedangkan sisanya Kristen (16 kali), budha (4 kali), hindu (4 kali) dan konghucu (1 kali)
Secara implikasi hasil laporan ini masih sangat memprihatinkan, karena menunjukkan masih banyaknya tayangan yang menyatakan kelompok minoritas seperti akhmadiyah dan LGBT dianggap sesat. “Tayangan akan membentuk budaya kita bersama”, ungkap Shita Laksmi, Program Manager SEATTI Hivos. Maka dari itu penelitian ini menawarkan peluang bahwa kita masih bisa melakukan sesuatu seperti mengajarkan masyarakat dan mahasiswa jurnalistik untuk lebih demokrasi.
Hasil riset ini menunjukkan terpetakannya dunia media di Indonesia. Di akhir sesi, dosen STF Driyakara B Herry Priyono selaku penasehat akademik riset ini menyarankan, “Jangan matikan televisi, terus tonton. Kalau itu tidak layak maka protes, protes dan protes”. (Rikky MF)