Search
Close this search box.
Bersama Kontras, keluarga korban Ruben Pata Sambo menuntut agar ayahnya mendapatkan keadilan hukum
Bersama Kontras, keluarga korban Ruben Pata Sambo menuntut agar ayahnya mendapatkan keadilan hukum

Ourvoice.or.id- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Kontras, bersama keluarga Ruben Pata Sambo, terpidana mati kasus pembunuhan satu keluarga di Tana Toraja pada 2005 lalu, meminta agar aparat hukum terkait membatalkan hukuman mati bagi Ruben dan anaknya.

Hal ini mereka tuntut, setelah pelaku pembunuhan yang sebenarnya dalam kasus ini berhasil ditangkap membuat pengakuan pada 2006 silam bahwa Ruben Pata Sambo dan anaknya bukanlah pelaku pembunuhan.

Namun demikian, menurut Kontras, pengakuan tersebut tidak membuat Ruben Pata Sambo, 72 tahun, dan anaknya Markus Pata Sambo dapat bebas dari vonis hukuman mati dari Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja.

Dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Rabu (19/06) siang, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia Arti Ekawati, keluarga Ruben kembali menyuarakan tuntutannya Ruben dan Markus segera dibebaskan.

“Kami dari pihak keluarga tidak menuntut apa-apa terhadap pemerintah atau ganti rugi, bukan masalah itu. Tetapi ini menyangkut hak atas bapak saya dan kakak saya yang diperlakukan tidak adil oleh pemerintah,” kata salah satu anak terpidana, Yuliani Anni.

Menurutnya, ayahnya dituduh melakukan pembunuhan, padahal tidak pernah melakukannya.

“Perkara ini sebaiknya dituntaskan dan ditelusuri sedalam-dalam, penyebabnya apa,” kata Yuliani.

Indikasi rekayasa kasus
Sampai sekitar pukul 17.00 WIB, BBC Indonesia belum berhasil menghubungi Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin untuk mengklarifikasi persoalan ini, tetapi yang bersangkutan tidak mengangkat telepon genggamnya.

Kasus pembunuhan berencana terhadap keluarga Andrias Pandin di Tana Toraja, Sulawesi Selatan ini terjadi menjelang natal tahun 2005.

Dalam kasus ini, Ruben dan dua anaknya yaitu Markus Pata Sambo dijatuhi hukuman mati dan tengah menunggu eksekusi. Ruben kini berada di Lembaga Pemasyarakatan di Malang dan Markus di LP Porong, Jawa Timur.

Sementara itu, Koordinator Kontras Haris Azhar mendorong kepolisian, Kejaksaan Agung, Mahkamah Konstitusi serta Kementerian Hukum dan HAM untuk membuka peluang hukum, serta akses hukum seadil-adilnya dan secepat-cepatnya terhadap kedua narapidanma

“Hal ini penting untuk segera dilakukan mengingat keduanya termasuk terpidana hukuman mati yang telah masuk dalam daftar eksekusi,” kata Haris Azhar.

Menurutnya, masih terdapat beberapa fakta yang belum sepenuhnya jelas dalam kasus Ruben.

“Misalnya terdapat surat pengakuan dari empat orang saksi yang mencabut kesaksiannya mengenai keterlibatan Ruben,” ungkap Haris.
Informasi ini, lanjutnya, seharusnya dapat mendorong aparat hukum terkait untuk melakukan mekanisme koreksi terhadap kemungkinan “adanya indikasi rekayasa kasus dan peradilan sesat dalam kasus ini”.

Sumber : BBC