Search
Close this search box.

 

Sumber: Internet
Sumber: Internet

Ourvoice.or.id- Agama memiliki potensi potensi kekerasan yang laten, ungkap Donny Gahral Adian, Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) dalam seminar Agama, Negara dan Kekerasan yang diselengarakan oleh Departemen Filsafat UI pada Rabu 4 Juni 2013.

Menurut Donny,  dalam menyelesaikan konflik antar agama harus di mulai dari pengakuan bahwa faktor penyebab konflik  adalah faktor internal  dalam agama,”Tidak akan selesai jika selalu menyalahkan faktor eksternal entah itu karena ekonomi atau politik” katanya. Kemudian Donny menjelaskan bahwa dari awal, gerakan agama adalah gerakan separatis. Gerakan yang gemar memisahkan antara wilayah sakral dan wilayah profan. Wilayah sakral diperlakukan hati-hati sedangkan wilayah profan diperlakukan dengan tidak hati hati,”Makanya dalam agama ada batas suci, ada air suci” ungkap Donny.

Dalam perkembangannya, cara berpikir ini berlanjut hingga pada akhirnya yang sakral tidak bisa ditampung dalam wadahnya. Kemudian yang terjadi adalah rembesan nilai sakral ke ruang profan. “Dan kemudian pada titik ekstrim tidak boleh ada ruang profan, harus sakral semua” kata Donny.

Ulil Abshar Abdala- Naupal- Donny Gahral Adian- Alex lanur (Foto: Hartoyo/Ourvoice)
Ulil Abshar Abdala- Naupal- Donny Gahral Adian- Alex lanur
(Foto: Hartoyo/Ourvoice)

Perang adalah suatu yang profan. Di sisi tergelap manusia ini pun hendak disakralisasi, “Dengan adanya holy war (perang suci)” ujar Donny. Dan bagi penolak ekspansionisme sakral terhadap ruang profan mendapat resiko yang tidak sedikit. Tidak hanya dilabelkan sebagai musuh  manusia melainkan juga musuh Tuhan. Padahal enemy of God (musuh Tuhan) muncul pada agama kuno yakni pada agama Zoroaster. “Dalam Islam, enemy of god sangat politis  dan militeristik” ungkap Donny.

Musuh bukan hanya untuk kelompok luar,  tetapi juga untuk anggota kelompok yang dianggap sesat. Musuh dalam kelompok bukan untuk diluruskan tapi untuk  dimusnahkan,”Contohnya Ulil  yang difatwa kafir dan boleh dibunuh” kata Donny.

Donny pun menganalisis usaha agama dalam mencabut membran pemisah antara yang profan dan sakral. Pertama usaha sakralisasi demokrasi oleh kelompk fundamentalis, buktinya ada partai yang bernuansa agama. Kedua dalam ranah hukum, ada anggapan kedaulatan ada di tangan Allah bukan di tangan manusia  maka hukum buatan manusia adalah haram karena tidak sempurna. Sehingga muncul berbagai peraturan yang menggunakan embel-embel syariah.

“Negara harus menindak tegas pelaku kekerasan atas nama apapun”  rekomendasi Donny  sebagai solusi jangka pendek mengatasi konflik kekerasan atas nama agama.  (Gusti Bayu)

Makalah lengkap dapat diunduh di sini