Ourvoice.or.id – Pertemuanlah yang membuat saya menjadi lebih mengetahui apa dirasakan mereka, ungkap Okky Madasari penulis novel Pasung Jiwa dalam wawancara di Mall Pejaten Village Jakarta Selatan, 3/5/2013.
Pasung Jiwa novel terbaru karya Okky yang bercerita tentang kebebasan manusia, salah satunya menampilkan tokoh transgender bernama Sasana yang mencari identitas dirinya.
“Bertemu dengan kelompok yang terpinggirkan seperti Ahmadiyah, LGBT (Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender)” membuat saya mampu menulis dan membela mereka dalam karya-karya sastraku”, ungkap Okky peraih Khatulistiwa Award 2012 untuk novel Maryam. Novel yang bercerita tentang umat Ahmadiyah hidup dalam pengungsian dan diskriminasi.
Dua novel lainnya karya Okky berjudul 86 yang bercerita tentang korupsi dan “Entrok” novel pertama yang bercerita tentang kebebasan perempuan dalam tekanan militer.
Pertemuan dan keintiman dengan kehidupan nyata sang tokoh cerita membuat Okky membangun ide cerita. Misalnya novel Entrok kedekatan dengan neneknya, novel 86 saat menjadi wartawan meliput kasus-kasus korupsi, Maryam pengalaman sahabat baiknya sebagai Ahmadiyah dan terakhir Pasung Jiwa karena kedekatan dengan teman-teman LGBT. Bertemu dan perjuampaanlah yang membuat saya bisa menghasilkan karya-karya novel menjadi sebuah cerita, ungkap mahasiswa Sosiologi pasca sarjana Universitas Indonesia.
Pasung Jiwa, novel yang bercerita tentang tokoh Sasana seorang laki-laki yang merasa diri adalah seorang perempuan (transgender). Karena tekanan sosial, pandangan agama dan negara Sasana harus bertarung menjadi diri sendiri. Proses pergulatan untuk mencapai kebebasan sebagai individu manusia yang diangkat oleh Okky dalam tokoh transgender.
Selain tokoh transgender juga ada tokoh anak muda (Jagawani) karena kemiskinan harus menjadi “laskar jihad”, tokoh prostitusi dan perempuan buruh pabrik. Semuanya orang-orang yang tidak mendapatkan kebebasan dan mengalami ketidakadilan sebagai manusia, ungkap Okky.
Sebelum Okky bertemu dan berinteraksi dengan kelompok LGBT, saya menganggap isu LGBT bukan hal penting untuk dibahas, jelas Okky.
“Sebelum saya bertemu dan berinteraksi lebih dekat, isu transgender, gay, lesbian awalnya anggapan saya hanya isu yang dibuat-buat saja, ungkapnya.
Tapi setelah mendengarkan dan memahami apa yang kelompok LGBT alami, kemudian Okky berpikir bagaimana sangat sulitnya dan tidak adil kehidupan teman-teman LGBT yang hidup dalam ketidakbebasan menjadi dirinya sendiri.
Kelompok LGBT mengalami ketidakadilan bukan hanya soal kebebasan individu terhadap identitas tetapi juga ketidakadilan ekonomi dan politik. Ketidakadilan yang berlapis-lapis, ungkap Okky.
“Hanya karena dia transgender maka dia mengalami kekerasan dan kehilangan pekerjaan, bahkan kehilangan identitas dirinya sebagai manusia, tegasnya”. “Mereka (LGBT) itu manusia, ungkap Okky dengan begitu semangat”.
Ketika Okky bercerita tentang agama, menurut Okky sudah tidak jamannya lagi kalau agama masih berkutat apakah LGBT boleh atau tidak boleh. Agama mestinya hadir sebagai ajaran yang membawa damai dan keadilan bagi setiap manusia. Dan LGBT itulah bagian dari manusia itu, tegas Okky yang sehari-hari selalu menggunakan penutup kepala (jilbab).
Menurut Okky, manusia banyak yang sudah kehilangan kebebasan karena faktor pandangan agama, sistem ekonomi, sosiall dan politik. Hanya karena mereka berbeda maka mereka layak untuk di pinggirkan, itulah yang terjadi selama ini.
Dan saya berkarya untuk menyuarakan dan meyampaikan apa yang bisa saya lakukan melalui menulis, tegasnya.
“Saya mau menulis untuk tujuan politis, bukan menulis yang hanya untuk diri saya sendiri tetapi untuk menegakan keadilan bagi kemanusiaan, tegas Okky. Itulah sebenarnya tugasnya penulis, ungkapnya.
Salah satu alasan mengapa Okky memutuskan untuk meninggalkan dunia jurnalistik (wartawan) yang digelutinya selama tiga tahun di harian Jurnas. “Menjadi wartawan semua harus diatur, tidak bebas untuk menulis karena ada banyak kepentingan pihak lain, ungkap Okky”. Sedangkan ketika menjadi penulis novel saya bebas meyampaikan apapun, tanpa ada rasa takut meyuarakan apa yang saya anggap benar, jelas Okky.
Pasung Jiwa sendiri akan dilaunching pada 15 Mei 2013 di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Ada rangkaian kegiatan yang dapat diikuti publik antara lain, pameran foto, pelatihan menulis bersama Okky Madasari, kuliah umum tentang seksualitas bersama Dewi Candraningrum dan pementasan theater yang diangkat dari novel Pasung Jiwa. Semua kegiatan itu gratis dan tempat terbatas, untuk informasi lebih lanjut dapat dihubungi panitia. (Hartoyo)
Biodata Okky Madasari:
Nama Lengkap : Okky Puspa Madasari
Nama Pena : Okky Madasari
Lahir : Magetan, 30 Oktober 1984
Pendidikan : Jurusan Hubungan Internasional Fisipol UGM, sedang menempuh pendidikan master Sosiologi UI.
Novel : Entrok, 86, Maryan dan Pasung Jiwa