Ourvoice.or.id- Mayoritas Muslim di seluruh dunia ingin syariah diterapkan, namun pandangan mereka masih terbelah tentang bagaimana hukum Islam itu harus diterapkan. Demikian hasil polling terbaru tentang pandangan Muslim dunia.
Survei komprehensif dilakukan Pew Research Center antara 2008-2012 dengan mengambil 38 ribu sampel di 39 negara berpenduduk Muslim yang totalnya di dunia berjumlah 2,2 milyar.
Jajak pendapat menemukan bahwa mayoritas Muslim, terutama di Asia, Afrika dan Timur Tengah, mendukung syariah atau hukum Islam diadopsi sebagai hukum di negara mereka.
“Tapi saya juga mencatat bahwa dukungan bagi syariah itu bervariasi,” kata Jim Bell, direktur riset internasional Pew.
Beda pemahaman
Dukungan bagi syariah untuk diterapkan secara resmi sebagai hukum resmi negara mencapai 12 persen di Turki, 56 persen di Tunisia, 71 persen di Nigeria, 72 persen di Indonesia, 74 persen di Mesir dan 99 persen di Afghanistan.
Namun professor dari Universitas Princenton Amaney Jamal, yang merupakan penasihat khusus di Pew Research Center, menekankan bahwa tidak ada pemahaman yang sama tentang syariah diantara seluruh Muslim dunia.
“Syariah memiliki arti yang berbeda, definisi dan pemahaman, yang didasari oleh pengalaman actual dari negara-negara yang menerapkan atau tidak menerapkan syariah,” kata Jamal menjelaskan temuan tersebut.
Dalam laporan yang diberi judul “Dunia Muslim: Agama, Politik dan Masyarakat,” studi itu juga mengungkapkan bahwa banyak Muslim yang lebih suka hukum syariah diterapkan dalam ruang privat untuk menyelesaikan perselisihan keluarga atau terkait hak milik pribadi.
Namun, di sebagian besar negara yang disurvei, hanya sedikit Muslim yang mendukung pelaksanaan hukuman berat seperti potong tangan bagi pencuri atau hukuman mati bagi Muslim yang pindah ke agama lain.
Terbelah dalam banyak isu
Mayoritas Muslim juga mendukung kebebasan beragama, meski mereka juga mendukung syariah.
Di Pakistan, sebagai contoh, 84 persen Muslim ingin syariah dijadikan sebagai hukum resmi, namun 75 persen percaya bahwa non Muslim bebas menjalankan keyakinannya.
Jajak pendapat juga menemukan bahwa sekitar setengah dari Muslim yang disurvei mengaku prihatin dengan ekstrimisme agama, khususnya mereka yang tinggal di Mesir, Irak dan Tunisia.
Di hampir semua negara, mayoritas Muslim mengatakan bahwa seorang istri harus patuh pada suami, meski mayoritas juga mengatakan bahwa perempuanlah yang harus memutuskan apakah akan memakai kerudung atau tidak.
Kebanyakan Muslim mengaku bahwa mereka tidak merasa ada ketegangan antara keyakinan mereka dengan kehidupan modern, lebih memilih pemerintahan yang demokratis, dan menikmati musik serta film Barat, yang pada masa lalu sering dianggap merusak moral.
Meski mayoritas Muslim melihat pelacuran, homoseksual, bunuh diri atau mengkonsumi minuman beralkohol sebagai sesuatu yang tidak bermoral, namun ada perbedaan tajam diantara mereka tentang isu seperti poligami.
Hanya 4 persen Muslim di Bosnia dan Herzegovina yang menganggap bahwa poligami secara moral bisa diterima. Jumlah dukungan itu berbeda jauh jika dibandingkan dengan sikap 87 persen Muslim Niger yang mengaku bisa menerima poligami.
Secara kuat, mayoritas Muslim mengatakan bahwa mereka tidak bisa menerima apa yang disebut sebagai “pembunuhan demi kehormatan”. Pengecualian hanya terjadi di Afghanistan dan Irak, di mana mayoritas menerima jika ada perempuan yang dibunuh jika mereka mempermalukan keluarga karena terlibat perzinahan.
Kekerasan atas nama agama Islam juga secara luas ditolak.
Di Amerika Serikat, 81 persen Muslim mengatatakan bahwa kekerasan semacam itu tidak akan pernah bisa diterima. Sementara rata-rata di dunia, Muslim yang menolak penggunaan kekerasan atas nama agama mencapai rata-rata 73 persen.
Bagaimanapun, ada jumlah minoritas yang angkanya cukup signifikan di wilayah Bangladesh, Mesir, Afghanistan dan Palestina yang mengatakan bahwa kekerasan itu diperbolehkan.
Sumber : dw.de