Ourvoice.or.id- Pengadilan Hong Kong mengizinkan seorang perempuan transgender menikahi seorang laki-laki.
Senin lalu, pengadilan banding Hong Kong menyatakan seorang transgender—yakni seseorang yang karakteristik fisik serta seksualnya tidak sesuai dengan identitas gendernya—seharusnya tidak dilarang melangsungkan pernikahan. Seseorang yang disebut berinisial W mengajukan banding berkenaan dengan kasus ini, perempuan berusia 30 tahunan ini menjalani operasi ganti kelamin di Hong Kong pada 2008.
Dalam putusan 4-1, pengadilan menyatakan pentingnya melindungi hak-hak para transgender. “Mereka yang merupakan kelompok minoritas adalah mereka yang paling membutuhkan perlindungan konstitusi, terutama kaum minoritas yang sering salah dimengerti,” demikian putusan itu.
Lebih jauh, dalam mendefinisikan perkawinan, pengadilan mengatakan bahwa sungguh tidak masuk akal untuk “menerapkan kriteria yang ditetapkan ketika seseorang dilahirkan dan dianggap sebagai tidak bisa berubah,” tulis para hakim.
Para pendukung hak-hak kaum gay menyambut baik putusan itu. “Tidak masuk akal bahwa Hong Kong selama ini masih memegang pandangan kuno seperti itu,” ujar Law Yuk-kai, yang mengepalai Hong Kong Human Rights Monitor. Menurut dokumen yang diserahkan kepada pengadilan, orang-orang yang telah menjalani operasi ganti kelamin di Cina, India, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan boleh melangsungkan pernikahan.
Sebelum mengajukan banding tersebut, W telah diizinkan membuat paspor dan kartu tanda penduduk yang menandainya sebagai perempuan. Ia juga diharuskan memakai fasilitas perempuan pada toilet umum dan gelanggang olahraga. Namun, saat ia mengajukan izin menikahi kekasih prianya di pengadilan sipil pada 2008, aplikasinya ditolak karena akta kelahiran miliknya menyatakan W berjenis kelamin laki-laki.
Putusan pengadilan menyatakan bahwa di Hong Kong, sebagaimana di banyak negara maju lainnya, telah “banyak terjadi perubahan pada sifat pernikahan sebagai institusi sosial.”
Hong Kong saat ini tidak mengakui pernikahan sesama jenis, tapi Waiwai Yeo dari Koalisi Perempuan Hong Kong, yang mewakili lesbian, biseksual, dan para perempuan transgender, mengatakan putusan pengadilan itu memberinya sedikit harapan.
Menurut Yeo, ada sekitar 200 orang yang telah menjalani operasi ganti kelamin di Hong Kong. “Namun, angka itu tidak bisa mewakili jumlah riil orang-orang yang melakukan operasi,” ujar Yeo. Sejumlah orang melakukan operasi di luar negeri seperti Thailand sebagian karena stigma sosial yang melekat pada operasi ganti kelamin.
Kasus pertama operasi ganti kelamin di Hong Kong, yang secara resmi didokumentasikan, terjadi pada 1981. Menurut statistik yang diterima pengadilan, antara 2007 hingga 2009, ada sekitar 86 pasien di kota itu didiagnosa menderita kelainan identitas gender.( Te-Ping Chen).
Sumber : WSJ