Search
Close this search box.

Dua Waria Tersentuh Ketika Membacakan Novel Pasung Jiwa

 

Jen Katleya-Okky Madasari-Anggun (Foto: Rikky/Ourvoice)
Jen Katleya-Okky Madasari-Anggun
(Foto: Rikky/Ourvoice)

Ourvoice.or.id- Dalam diskusi buku Pasung Jiwa karya Okky Madasari di Universitas Indonesia, menghadirkan dua sosok waria.  Acara yang berlangsung di Gedung Pusat Studi Jepang ini,  mengundang Jen Katleya dan Anggun sebagai pembaca monolog bagian kisah novel Pasung Jiwa. Sebelum sesi pembacaan, Anggun dan Jen mengungkapkan apresiasinya atas karya novel pemenang Khatulistiwa Award 2012 ini.

Anggun membacakan kisah Sasa saat ditangkap Karena dituduh sebagai antek PKI. Kemudian dijadikan budak eksploitasi seksual oleh Aparat Militer. Saat di tahan, Sasa dimasukkan ruang interogasi, kemudian dipukul, ditendang, dipaksa mengoral, dianal setiap harinya. Sasa pun akhirnya dibebaskan setelah 14 hari ditahan dan pergi dari angkot ke angkot sebagai pengamen karena tidak memiliki uang sepeserpun.

Kisah tersebut membuat Anggun merasa seperti mengulang trauma masa lalunya. Karena pada tahun 2010, waria yang sempat menjadi runner up miss waria remaja 2011 ini, mengaku pernah ditangkap saat mangkal di Taman Centrum Bandung. Saat di kantor polisi, Anggun menyaksikan ada aparat melakukan pemaksaan terhadap waria yang terlihat cantik untuk memuaskan nafsu seks seperti mengoral. Kalau tidak menurut maka akan dipersulit penahanannya. Bagi waria yang terlihat tidak menarik ada yang dipaksa mengepel, sikat kamar mandi bahkan diperas. Padahal dasar penangkapan tersebut hanya dimaksudkan sebagai pendataan saja, setelah itu besoknya dibebaskan.

Berbeda dengan perasaan Jen ketika membaca kisah Sasa yang diserang kelompok agama berjubah putih saat show bersama ibunya. Pagelaran konser dangdut dengan goyangan erotis yang Sasa geluti dianggap sebagai tindakan asusila dan dianggap layak untuk dihancurkan. Sasa yang sudah tidak berdaya karena dihajar habis-habisan akhirnya menyadari bahwa salah satu anggota perusak tersebut adalah teman lamanya yang telah menjadi api semangatnya untuk bertahan hidup.

Saat itu Jen membaca sambil terisak dan menguraikan air mata. Waria perias pengantin yang akrab disapa ibu Jen ini mengungkapkan kisah ini sangat dekat dengan masalah yang dialami waria terutama dirinya. Di mana selama ini jiwa manusia terutama waria sangat terpasung dengan aturan-aturan, keinginan orangtua, norma, sistem social, ekonomi, politik, budaya yang membuatnya tidak menjadi dirinya sendiri. “Bahkan sejak lahir manusia identitasnya sudah dipasung kalau dia memiliki penis maka dilabelkan dengan laki-laki dan apabila vagina akan dilabelkan sebagai perempuan”, ungkap waria berusia 41 tahun ini. Manusia tidak dibebaskan menjadi dirinya sendiri, apalagi waria yang mendapat penolakan sana sini. (Rikky)